SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Rabu, 30 Maret 2011

Seperlunya Kusampaikan

Seperlunya kusampaikan,
Ketika kutemui kawan yang berserakan
Kala mereka berceloteh menjaga akal
Mengendorkan reaksi
Hingga bertalu jingkrak merunduk

Seperlunya kusampaikan,
Tapi seolah itu tak sampai
Hanya sedikit yang mau
Untuk mengulurkan hatinya
Apa ini kawanku...

Seperlunya kusampaikan,
Sudahkah ada empati
Atau bahkan bereaksi untuk seolah
Bingar sirat benalu selalu menggurui
Semoga ketapel menjerit terbang dalam akalnya

Seperlunya kusampaikan,
Semoga menjadi jalan membelah damai
Menjadi bagian dari hidupku
Mengadukan duka melalui rasa
Menjawab yang terhampar
Menjadi kepastian yang menjalar

Seperlunya kusampaikan,
Ada yang tahu tapi mendiam
Ada yang dikabari menjadi simpati
Mau mengerti dengan sirat setia
Menjarah atau menjajah
Semua akan dijawab kelak
Untuk mengalah agar esok menang

Seperlunya kusampaikan,
Terimakasih
Tersampaikan dalam lisan
Menjalin kuat bersama kawan
Merajut masa memenangkan pertandingan

Seperlunya kusampaikan,
Agar kalian tahu sebenarnya
Manusia itu disinggahi ego dan nafsu
Dan kita memilih dengan sifat
Padahal harapan mulia dihadapnya
Semoga yang putih benar puti
Dan hitam ditampakkan

Seperlunya kusampaikan,
Seperlunya kalian sadar
Seperlunya diketahui
Seperlunya untuk esok
Seperlunya kita sendiri
Seperlunya kita dan mereka
Dan mengakar hingga terluar

Medan, 30 Maret 2011 (21/15)

Senin, 28 Maret 2011

Religiusitas, Tindakan dan Wujud Kearifan

Kehidupan yang berlangsung ditengah hegemoni arus kepentingan keduniaan sering kali difahami banyak orang sebagai bentuk usaha menemukan kebahagiaan. Bagi sebagian manusia mungkin hanya mereka yang mengusahakannya dengan bertemu pada nasib yang beralih pada takdir, padahal kebahagiaan hadir dengan usaha yang telah dipikirkan melahirkan ide menjadi realita. Begitu pula perjalanan sejarah manusia tentang keyakinan telah melahirkan ideology yang mempengaruhi diri dalam beragama.

Religiusitas merupakan tindakan agamiwiah yang bisa diartikan sebagai ritual, formalisasi beragama dan dipraktekkan oleh pemeluk agama sendiri. Berpuasa misalnya, yang dilakukan dengan aturan atau berdoa untuk mendekatkan diri pada yang memberi kehidupan. Bisa kita lihat beragamnya masyarakat disekeliling kita melakukan bentuk tradisi atau bentuk kreasi atas keyakinan yang dilakukan dengan bertindak untuk menjawab apa yang dipersepsikan.

Keberlangsungan jalan diri dalam membangun komitmen merupakan konskwensi dari apa yang kita kadang paksakan menjadi tindakan yang menggulirkan semangat dalam beragama, bahkan yang paling dalam memahaminya membuat keyakinan yang berefek pada sikap. Tidak perduli berapa lama kita hidup tetapi yang perlu kita pedulikan adalah berapa dan bagaimana makna hidup kita sesungguhnya?. Pertanyaan dan keyakinan yang tersublimasi dalam pikiran sehingga mempengaruhi tindakan tersebut mampu membangun konsepsi yang akan diaksentuasikan dalam ranah praktek beragama.

Realitas masyarakat kita dalam beragama kadang menimbulkan teka-teki dan pertanyaan yang mendasar bahwa keyakinan dalam setiap pemeluk agama membawa ritualitas beragama yang berbeda dan mungkin berdampak pada sikap bersosialisasi dalam masyarakat.

Manusia dan Agama
Manusia adalah makhluk social yang hidup ditengah masyarakat yang berbeda, ia sering diistilahkan sebagai hewan yang berakal. Dengan akal ia dapat menafsirkan setiap ide dan kadang dengan aspek tertentu manusia mengalahkan diri dengan dikendalikan oleh kepentingan nafsu syahwat dan inilah yang menjadikan masalah dalam tata kelola bermasyarakat.

Akhir-akhir ini telah banyak studi yang membahas dan mengkaji tentang manusia itu sendiri dan meneliti hasil dari kreatifitas akal manusia berupa teknologi. Semua yang telah dihasilkan merupakan bagian dari kontribusi pengetahuan sains yang dikembangkan oleh akal intelektual, tapi semua juga dipengaruhi oleh cita-cita setiap diri manusia dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

Banyak yang membincang tentang itu semua, dan mengaitkannya dengan realitas metaphysic yang tidak ada dalam kecanggihan teknologi. Dan itulah kebutuhan yang berdampak pada realitas alam dan sering disebut dengan spirit, dan dalam perilakunya dimaknai sebagai spiritualitas. Diatas bumi manusia terus menggelar karya dari akibat penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari dan alam sebagai obyeknya tapi dari kerakusan dan ketamakan manusia ia lupa bahwa alam adalah tempat hidupnya sehingga alampun mempunyai hokum sendiri tatkala ada yang disalahgunakan dalam pemanfaatannya, sehingga terjadi bencana alam.

Berbicara tentang dampak yang ditimbulkan akibat eksistensi manusia atas pemutlakkan kebendaan sehingga membuat alat yang kadang itu menjadi komoditas politis dan ekonomi, benda-benda itu bisa berupa alat perang dan senjata untuk mendapatkan kemenangan. Dampak lain dari eksploitasi yang dilakukan oleh sebagian manusia melahirkan tragedy, karena manusia melupakan sesungguhnya apa sebenarnya dari tujuan hidupnya. Inilah titik jenuh yang kemudian banyak orang mencari sesuatu yang hilang dan bisa dijadikan petunjuk untuk menjalani kehidupan supaya bisa lebih baik.

Dalam islam manusia diciptakan mempunyai tugas mulia, karena ia diberikan kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan allah lainnya, ia mempunyai indra, akal dan hati. Tiga elemen tersebut mempunyai keterkaitan dan masing-masing menjadi instrument keterwakilan fungsi yang strategis. Manusia manapun mengakui bahwa ia makhluk sempurna sehingga mau tidak mau pastinya alam ini akan dijadikan obyek untuk memfungsikan ciptaan yang kita punya berupa tubuh lengkap. Kemuliaanya manusia akan kelihatan tatkala ia benar bersandar dalam keagungannya yaitu Allah SWT.

Sebab hamparan ide dan hasil kreatifnya dalam realitas kehidupan juga mampu menjadikan manusia berfikir ulang atas sebanarnya apa tujuan dirinya diciptakan. Agama menjadi sesuatu yang luar biasa tatkala itu dijadikan sebagai spirit setiap idividu untuk mengajarkan diri untuk bisa bermanfaat. Dalam ranah lain agama mempunyai pengaruh kuat terhadap tabiat personal dan sosial manusia. Menurut Daradjat (1989), ada dua istilah yang dikenal dalam agama yaitu kesadaran beragama (religious conciousness) dan pengalaman beragama (religious experience).

Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam fikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.

Religiusitas sering dimaknai sebagai dimensi yang dikenal dengan keyakinan dan dipraktekkan dengan ritual dan bertendensi pada sikap baik atau juga bisa disebut akhlak. Sebagaimana kita ketahui bahwa keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula (QS 2: 208).

Dalam keberagamaan sikap diri yang diwujudkan dalam tindakan dan disandarkan pada prinsip pengabdian secara totalitas. Permasalahannya adalah mengapa sering terjadi orang yang pemahaman keberagamaannya bagus tapi perilakunya menyimpang. Sering kita dengar di berita banyak penyimpangan-penyimpagan terjadi dalam prakteknya, misal, anarkisme akibat meyakini atas ajaran agama secara radikal, atau dalam ranah lain ini bisa dikategorikan ada yang keliru dalam keberagamaannya.

Sangat kompleks sekali permasalahannya karena manusia adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini terjadi karena pengaruh lingkungan, media cetak atau elektronik yang merangsang manusia untuk mengumbar nafsu hewaninya.

Ditambah lagi ketahanan dirinya terhadap stress atau tuntutan dari dalam kurang. Apalagi ada kesempatan yang mempermudah seseorang melakukan penyimpangan-penyimpangan perilaku. Disinilah fungsi kontrol diri. Adalah benar bahwa setiap manusia mempunyai nafsu, tapi permasalahannya adalah apakah ia bisa mengontrol potensi buruknya itu atau tidak.

Ini bukan hal yang mudah tapi perlu latihan dan pembelajaran sejak dini sehingga sudah terpolakan dan mendarah daging dalam karakter dan pribadinya. Lagi-lagi peran keluarga terutama dalam menanamkan kedisiplinan yang moderat dan demokratis tentunya akan melahirkan sebuah kedisiplinan yang didasari oleh kesadaran bahwa itu memang penting dan bermanfaat bagi dirinya. Sehingga akhirnya menjadi sebuah keterampilan.

Keselarasan Alam
Manusia, tuhan dan alam merupakan tiga korelasi yang digambarkan oleh seyyed hossein nasr sebagai jembatan filosofis dan religious menuju puncak spiritual. Alam raya ini sebagai tempat kita hidup dan berkarya memulai segala sesuatu untuk menegaskan eksistensinya. Manusiapun begitu ketika hidup dan menggelar ide-idenya selalu ada yang baru. Sadar atau tidak ia telah bertindak untuk menemukan prakteknya dari hasil yang digulirkan, seperti apapun pastinya berdampak pada lingkungan sekitarnya.

Keselarasan alam menjadi indah untuk didengar, bukan saja seperti lantunan lagu yang mempesonakan diri dalam menggapai hakikat kehidupan namun manivestasi kehidupan yang mempunyai nila yang dalam. Hidup sesungguhnya adalah pengabdian untuk alam ini, tugas khalifah bukan sandaran kemudian kita bisa sesukanya. Karena segala yang kita lakukan akan membawa konskwensi ibarat dua sisi mata uang logam. Baik dan buruk, benar dan salah positif dan negative, kesemuanya ada dan diadakan.

Peter A. Facione, Donald Scherer & Thomas Attig dalam buku mereka “Values and Society” menerangkan secara panjang lebar bagaimana peranan nilai dalam kehidupan manusia, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Dikatakan oleh mereka bahwa setiap hari manusia selalu melakukan penilaian-penilaian, pertimbangan-pertimbangan, dan keputusan-keputusan. Diantara yang paling umum dan paling penting dalam kehidupan manusia adalah melakukan keputusan-keputusan tentang “tujuan-tujuan”, pertimbangan-pertimbangan tentang “cara-cara pencapaiannya” dan “terminal-terminal yang hendak dilaluinya”, serta penilaian-penilaian tentang “apa yang seharusnya dilakukan”. Dalam kegiatan itu nilai sangat berperan dalam mengarahkan tindakan-tindakan, serta membuka penglihatan kepada luas cakupan permasalahan yang dihadapinya.

Beragama bukan sekedar berorientasi pada pengejaran hal-hal yang maknawi, sementara pada sisi lain bahkan cenderung praktis-pragmatis-materialistis. Memang sangat berbeda antara orang yang menganut agama sekedar untuk kepantasan sosial, menjalankan upacara-upacara agama sekedar untuk kelegaan diri bahwa ia merasa sudah menjalankan perintah Tuhan, dengan orang yang beragama berdasarkan pemahaman dan kesadaran penuh, yang menjalankan upacara-upacara agama dengan penuh penghayatan sebagai upaya untuk terus menerus menyegarkan dan mengukuhkan kesadaran dan komitmennya pada Tuhan akan tugas-tugas hidupnya di muka bumi ini.

Rajin menjalankan ritus agama tidak serta-merta menjamin pemahaman dan kesungguhan komitmennya pada nilai-nilai dasar agamanya. Agama sendiri hadir sebagai penyelaras dan membawa ketenangan. Konstruksi ketenangan merupakan aksentuasi diri yang lebih mengerti dalam bertindak dan menimbang atas konskwensi tugas khalifatullah. Sederhananya dalam kehidupan ada korelasi yang mendasari bahwa sejatinya hidup adalah pengabdian dan semuanya ada disebabkan kita mengerti arah dan tujuannya.

Banyak lembaga atau organisasi yang dibentuk untuk mengatur dan memudahkan para pengikutnya untuk menselaraskan diri dengan alam. Ada yang melalui penghayatan, meditasi atau pada tindakan nyata untuk mencapainya. Agama sebagai akselerasi ketaatan aktif yang mampu mendekatkan diri pada tuhan, dan sebagai manusia mampu menjadi kahlifah dan abduh yang memakmurkan isi bumi. Karena manusia adalah hidup untuk menciptakan manfaat nyata.

Sebagai tugas mulia hidup menjadi teratur untuk selalu menciptakan perubahan pada diri, kebangkitan intelektual yang bersinergi pada spiritual dapat mencerahkan alam. Manusia tuhan dan alam telah menyatu dalam relitas nyata berwujud peran kemanusiaan yang sanggup menaburkan kearifan menuju kedamaian dunia.

*) Makalah ini merupakan tulisan dari syarat memenuhi tugas di Anvance Trainning

Jumat, 25 Maret 2011

Jelajah Jiwa Me-lentera

Sisa jalan yang terlewati
Memilu oleh kondisi yang tertatap
Begitu jauh dari perhatian
Meringis oleh himpitan kepentingan penguasa
Hingga masyarakat tersisihkan olehnya

Memang itulah arti lain yang ku tahu
Kadang sedih dan saya merasa terenyuh
Apakah pemimpin sekarang tidak punya kepekaan
Bahkan tertutup matanya
Hingga buta mata hati batinnya

Berjuta warga yang tidak terurus
Hingga tidak terhitung kapan mereka menunggu keadilan
Mungkinkah ada pahlawan muda
Yang berani menyuarakan kebenaran
Bersua ditengah kepincangan, ketulian dan kebutaan

Seperti inikah ku mengadu dengan sejuta pertanyaan
Bagaikan perjuangan yang dipandu oleh keberingasan
Untuk menohok mata, telinga bahkan hati para pemimpin
Agar mereka sadar dan mengerti kenyataan
Dari jeritan yang berjibun disisi paradok modernitas

Kemanakah kuharus mengadu
Jejak samar-samar
Yang diikuti berbirit asa
Mungkinkah ada bisikan yang menuntun diri ini
Karena masih banyak yang menggetarkan jiwa

Jangan biarkan hamba ini tertatih-tatih sendiri
Melewati lembah yang ranggas oleh kekekejian
Terasa ingin ku terbang terserak angin meninggi
Melawan hinggapan takdir
Hingga ku ingin mengejarnya menuju lentera kehidupan

Bumi ini menjadi saksi langkah kakiku
Dengan sisa semangat untuk terus mengunduh spirit
Hingga bisikan terus bergumul dengan tingkah

Janganlah pernah menyerah
Walaupun terpampang realitas yang menggila
Harus dihadapi dengan sejengkal langkah menyambut arti
Dengan menyusuri kaki kaki bumi

Lentera itu ada bersanding dengan keadilan yang ditegakkan
Kembalilah masa untuk menuntun diri
Meniti cerahnya cahaya
Menaungi bumi
Hingga asa dan mimpi ini dapat kubumikan nyata

Penuh dengan kepastian
Kukatakan dengan tegas
Bahwa kita selalu dibimbing
Dengan ridhoNya…

Asahan, 22 Maret 2011

Senin, 07 Maret 2011

Kebebasan Pers; Kontroversi Intervensi Dipo Alam dan Media Dalam Pespektif Profesionalisme

Pernyataan sikap yang disampaikan oleh sekretaris kabinet Dipo Alam yang notabenya sebagai bagian dari pemerintah menjadi polemik tersendiri. Hal itu dapat dinilai sebagai pelanggaran UU Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan mengeluarkan "ancaman" yang bisa menyerang kebebasan pers dan hak publik memperoleh informasi. Sebagai pejabat publik, Dipo Alam juga tidak pantas mengeluarkan pernyataan yang tidak etis tersebut.

Dalam kutipan di pernyataannya "Pokoknya, saya katakan, kalo mereka (media) menjelekkan (pemerintah) terus, pemerintah tidak akan pasang iklan. Yang punya uang itu pemerintah," ditegaskan oleh Dipo Alam. Pernyataan itu menuai protes berbagai kalangan, karena itu merupakan bentuk pengekangan kembali terhadap pers di Indonesia. Bisa kita ketahui bersama bahwa media merupakan sebagai alat control yang merupakan amanat konstitusi dan pilar demokrasi.

Bila media sebagai pilar demokrasi dipasung jelas akan mengakibatkan polemik di system negara ini. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran dan Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara. Disini esensi dari jurnalisme sendiri dalam media adalah disiplin verifikasi. Lepas dari kritikan yang disuguhkan dimedia sebagai tugas utamanya media dan dunia jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi, sehingga berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan.

Dari pemberitaan media sendiri terkait sikap dipo alam sebagai sekretaris kabinet, harusnya lebih berhati-hati dalam bersikap. Dan sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil saya mendukung untuk media-media yang di rugikan akibat pernyataan dipo alam. Dari bentuk profesionalisme perannya, pers memiliki tanggung jawab dan kewajiban mengawal jalannya pemerintahan dan pembangunan agar tidak terjadi berbagai penyimpangan-penyimpangan. Dengan fungsi sosial kontrolnya itu pers punya kewajiban menampilkan berita-berita yang mengkritik pemerintah. Sebagai alat kritik dan kritik disini adalah membangun.

Disisi lain media juga harus bisa melakukan peran yang sesuai dengan jalan etika dalam jurnalisme, diantaranya perlunya melalukan koreksi terhadap perannya. Mau atau tidak semua harus berjalan dan saling mengingatkan dalam tugas di dalam proses berdemokrasi. Diantaranya Negara dan pers harus sinergi, bukan kemudian dimaknai sangat dengan sarat “ Politis” ada main mata, sehingga media memilih bungkam bila sudah bertekuk lutut dengan cara sekongkol/ berselingkuh degan penguasa.

Begitu indahnya bila Negara yang mau menghargai peran dan fungsi masing-masing untuk memperkokohnya dengan tanpa ada pressure diranah tugas kelembagaan khususnya diranah publik. Disisi lain pilar demokrasi juga dijunjung tinggi sehingga dalam mengkritik dan mengevaluasi dapat berjalan lebih baik. Dalam etika jurnalistik perlu digaris bawahi, bahwa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya media massa wajib menjaga independensinya, bekerja profesional dalam mencari kebenaran atas berita-berita liputannya.

Media massa yang baik terkadang perlu memperhatikan juga dampak suatu berita bagi masyarakat. Media wajib mempertahankan idealisme dan tanggung jawab berperang melawan kedzaliman dan kemungkaran. Pers sendiri mempunyai nilai dan etika yang sering disebut ’’bad news is good news’’ namun’’good news’’ juga punya nilai tinggi sehingga kedua-duanya layak diberitakan, sama-sama memiliki nilai berita. Pers dengan fungsi sosial kontrolnya wajib mengawasi eksekutif, legislatif, dan judikatif, sedangkan pers sendiri perlu dikontrol oleh masyarakat, termasuk lembaga media watch.

Salah atau tidak Dipo Alam mengkritik media massa cetak maupun elektronik, menjadi sebuah kesepahaman bersama, kalau sebagai pejabat publik dalam hal ini ia harus bisa hati-hati, karena bila ini terjadi bahkan proses sistemik dalam wujud pemasungan. Ini merupakanwujud baru model pembredelan ala orde baru. Sikap Dipo tersebut menunjukkan otoriter dan intervensi yang berakibat fatal bila berjalan dan berbahaya. Bisa merugikan semua pihak termasuk masyarakat seperti kita ini.

Tugas mulia dari menjunjung tinggi profesionalisme pers memiliki kewajiban mengawal jalannya pemerintahan dan pembangunan agar tidak terjadi berbagai penyimpangan-penyimpangan. Dengan fungsi sosial kontrolnya tersebut, pers punya kewajiban menampilkan berita-berita yang mengkritik pemerintah, tentunya kritik membangun.

Dari beberapa aspek tersebut Dipo Alam keterwakilannya, sebagai pejabat publik juga harus introspeksi tentang sikap yang cenderung asal saja dan ini menjadi bentuk intervensi yang otoriter. Bila tidak mau dikritik pers maka selayaknya pelaku kebijkan yang diamanahi tugas untuk menjalankan fungsi Negara harusnya berbenah dan jangan sampai bertindak salah. Kita sebagai manusia harusnya bisa mengerti yang bertindak sesuai dengan kapasitas dan tugasnya.

Masih banyak yang perlu disikapi selain hal-hal yang tidak subtansi, rakyat miskin yang terhampar dan masih hal lain serupa harusnya bisa diselesaikan. Bukan sebaliknya melakukan maneuver untuk mengamankan posisi yang harusnya bisa diminimalisir untuk menyegerakan tugas strategis social yang tertunda hingga saat ini, seperti slogan ini “rakyat butuh bukti bukan bualan janji-janji”. Kritik penting dan itulah tugas yang dilakukan sehingga kita harus jeli dalam menyikapi dengan melihat koridor dan aturan main untuk kebaikan semuanya.

*) Tulisan ini merupakan gagasan awal dan analisis hasil kunjungan dan dialog ke Metro TV, sebagai akbibat konflik yang terjadi dari sikap Dipo Alam yang mengintervensi Media dalam melakukan kritik terhadap pemerintah.

Minggu, 06 Maret 2011

Kepemimpinan Generasi Muda Dalam Mewujudkan Kemandirian Bangsa

Sebagai awal untuk mengantarkan tulisan ini, saya sebenarnya menggarisbawahi judul tema seminar yang diberikan panitia. Diksi kata dari pemuda dan kemandirian bangsa adalah dua istilah yang dimunculkan, secara kuat mampu menjelaskan apa yang akan dibahas dalam seminar kali ini. Kemudian saya menilik pemuda dalam ranah peran, karena menjadi menarik untuk dibicarakan tentang pemuda, maka yang akan terpikir ada dua hal, yaitu pertama dari segi usia pemuda dapat dilihat dari perkembangan psikologis.

Secara psikologis pemuda lebih identik dengan remaja dan dewasa awal. Pada tahap perkembangan ini manusia mempunyai sikap yang lebih memberontak, penuh dengan inisiatif, kreatif, cenderung antikemapanan, dan penuh dengan segala intrik yang bertujuan untuk membangun kepribadian. Kedua, lebih kepada jiwa yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan. Pemuda tidak lagi dibatasi oleh usia dan perkembangan psikologis.

Pemuda juga dapat dikategorikan dalam sekup wilayah yang luas, Bahkan pemuda selalu menarik untuk diperbincangkan, mulai dari kapan munculnya hingga apa tugas dan peran nyatanya. Bila kita mencermati definisi banyak interpretasi yang muncul, mulai dari perspektif demografis usia hingga perspektif sosioligi-politik perannya. Lepas dari itu semua kita harus melihat potensi yang dimiliki. Banyaknya pemuda bukan hanya menjadi peluang tapi juga menjadi tantangan masa depan. Karena kebanyakan pemuda tidak siap dengan prosesnya.

Idealisme Pemuda

Dalam realitasnya, tidak sedikit kaum muda yang kemudian masuk dalam ranah kekuasaan yang pada akhirnya bergelut dengan berbagai kepentingan kekuasaan dan politik. Berbagai generasi akhirnya terjebak kepada pola kerja dan tuntutan kekuasaan sehingga tidak jarang terjadi benturan idealisme dan kepentingan. Idealisme pemuda seharusnya mampu membawa bangsa ini menuju perbaikan dan kemajuan dalam berbagai sektor kehidupan.

Lingkaran kekuasaan baik eksekuif, legislatif, dan yudikatif terlalu banyak membawa kepentingan sehingga terus menggerogoti idealisme dan melunturkan karakter kaum muda. Tidak saja di lingkaran kekuasaan, kaum muda yang kemudian memilih jalur-jalur profesional pun tergerus oleh kompetisi global yang semakin menghimpit berbagai sektor-sektor kehidupan. Dan perjuangan kaum muda pun perlu merevitalisasi pola pembangunan karakter untuk menghadapi persaingan tersebut.

Lunturnya idealisme dan karakter pemuda tersebut bisa saja karena tidak dipersiapkannya kompetensi sebagai bekal kaum muda dalam menghadapi persaingan global. Kompetensi yang sedikit kemudian melunturkan karakter kaum muda yang berimbas pada daya juang dan semangat kaum muda secara umum. Idealisme kaum muda dalam perjuangan tidak bisa lepas dari benturan kebutuhan ekonomi, sehingga mengalami dekadensi. Di tengah kompetisi global, kaum muda tidak cukup hanya berbekal idealisme semata. Idealisme perlu dibarengi dengan kemandirian sehingga mampu menciptakan kaum muda yang berdikari secara ekonomi.

Konteks hari ini telah menuntut adanya kekuatan ekonomi yang harus dimiliki untuk meneruskan cita-cita sehingga kemandiran bangsa terus dapat dijaga. Soekarno, Presiden pertama RI menyampaikan tiga hal yang perlu dilakukan untuk mencapai bangsa yang mandiri. Ketiga hal tersebut kemudian dikenal dengan trisakti; (1) berdaulat secara politik, (2) berdikari secara ekonomi, (3) berkepribadian secara sosial budaya. Soekarno menekankan ketiga hal tersebut sebagai bagian yang saling terkait untuk mencapai kemandirian bangsa.

Kaum muda sudah seharusnya mencermati makna dari trisakti tersebut sebagai inspirasi untuk mampu membangun kekuatan ekonomi, politik, dan sosial budaya sebagai karakater kaum muda yang tidak tergoyahkan. Berdikari secara ekonomi, bagi penulis dalam konteks hari ini merupakan kekuatan untuk mampu mencapai kedaulatan politik, dan kepribadian sosial budaya. Dengan berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan memiliki kepribadian secara sosial budaya, idealisme kaum muda tidak akan mampu ‘dibeli’ dengan berbagai kepentingan.

Saya ingat pesan singkat dari catatan harian Ahmad Wahib “keberhasilan satu generasi adalah keberhasilan kita, kegagalan satu generasi adalah kegagalan kita”. Dari pesan itulah penulis merasa bahwa pemuda adalah penopang masa depan bangsa. Bila kita berhasil satu generasi saat ini, maka kemungkinan sepuluh dua puluh tahun kedepan kita akan mampu menerobos stagnasi rezim yang ada. Tapi sebaliknya, bila genarasi kita acuh tak acuh bahkan tak mau peduli dan berproses dengan zamannya, maka saya menjamin tinggal menunggu waktu untuk merapuhkan tiang penopang negara kedepan.

Dekonstruksi Gaya Hidup

Pemuda lebih mudahnya menurut hemat penulis bila dilihat pada jiwa yang dimiliki oleh seseorang. Jika orang tersebut memiliki jika yang suka memberontak, penuh inisiatif, kreatif, anti kemapanan, serta ada tujuan lebih membangun kepribadian, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai pemuda. Dari pola perilakunya jelas menggambarkan arogansi, walaupun tidak semuanya bisa dikategorikan seperti penggambaran diatas. Yang menjadi perhatian adalah gaya hidup yang cenderung seenaknya, tidak mau diatur bahkan memilih melakuan perlawanan. Bahkan tanpa kita sadari dari gaya berperilaku hingga berfikir kita telah dijajah oleh tren yang acapkali kita anggap itu modern dan nyentrik.

Mulai dari realitas media yang sangat bebas sehingga yang dinamakan apapun ya itu harus sesuai media, bahkan jalan, bicara, hingga hal yang paling privat juga didefinisikan menurut tren. Disinilah gaya hidup yang perlu digaris bawahi, untuk kita kritisi bersama dalam seminar kali ini. Lalu apa kaitannya dengan hedonisme dan pragmatisme? Mungkin bila anda sudah membaca tema dari seminar yang disodorkan.

Jelas dan nyata, bahwa dua istilah itu menjadi keterwakilan para pemuda yang gandrung dan memuja mode, dan apakah anda masuk didalamnya? Apakah anda datang seminar karena tertarik untuk mengetahuinya atau memang tren sekedar ikut agar dianggap pemuda yang gaul atau bahkan datang karena orientasi pragmatis?

Sengaja saya mencoba santai dalam mengupasnya, karena itulah realitas bahwa masih banyak pemuda belum mengerti akan dirinya. Bisa dicek, coba tanyakan ke diri anda masing-masing, siapakah saya?, apa falsafah hidup saya?, untuk apa saya hidup?, apa aspirasi terdalam saya?, dan apa yang membuat saya paling bahagia?.

Coba anda renungkan dan hayati, apakah sudah ketemu jawabannya, bila anda mampu menemukannya maka itulah visi hidup, yang akan mengajak anda memilih terbaik. Peran kunci pribadi adalah yang menentukan untuk anda pilih dan anda definisikan. Selain itu juga coba anda tanyakan lagi pada diri anda masing-masing; mau kemana saya menuju?, apa yang ingin saya wujudkan?, apa tujuan jangka panjang saya?, apa yang ideal buat saya?, dan apa yang saya pertahankan dalam hidup saya?. Sebenarnya sederhana untuk kita ketahui sehingga kita mengetahui apa sebenarnya kita hidup dan disitulah akan muncul dengan misi hidup. Dan pribadi anda akan mengatakan dan memilih proses yang lebih baik, bukan hanya sekedarnya.

Mengasah Kapasitas dan Kualitas

Dua istilah mungkin bisa menjadi keterwakilan atas kondisi pemuda saat ini. Dari keduanya penulis berani menjamin ketika keduanya terpenuhi maka masa depan bangsa dipastikan akan mengalami perubahan pesat. Lalu kenapa hanya dua istilah? Kalau dilihat dari peluang menatap masa depan pemudalah yang harusnya berani beresiko untuk berproses menempa kualitas. Dengan komitmen berjuang maka masa depan ada ditangan kita hingga menunggu waktu kapan kita akan membuktikan.

Jalan kita masih panjang, sejarah membuktikan dari sebelum kemerdekaan. Mulai starting point bangkitnya pemuda delapan puluh tiga tahun silam (red-1928) melalui sumpah pemuda menjadi kunci kita sebagai pemuda harus sadar untuk berbenah. Hingga bergulirnya waktu kemerdekaan berhasil diraih juga atas inisiatif tokoh pemuda terbaik bangsa. Bahkan setelahnya gerakan pemuda yang dimotori mahasiswa memanifestasikan gerakan dan menghasilkan angkatan 66,74,78 dan Reformasi 98.

Tak bisa dipungkiri, bila kita telisik lebih dalam gerakan pemuda 1928 menjadi spirit kepemudaan untuk terus berjuang tanpa membeda-bedakan asal-usul dan latar belakangnya. Bahkan setelah merdeka banyak organisasi kepemudaan muncul seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), IMM, GMNI, PMII dll. Lepas dari itu semua, berdirinya organisasi kepemudaan salah satu tujuannya adalah untuk menggodog pemuda menjadi berkualitas. Bahkan menyiapkan calon kader ummat dan bangsa, sehingga siap dipakai setiap zamannya.

Peran generasi muda atau pemuda dalam konteks perjuangan dan pembangunan dalam kancah sejarah kebangsaan Indonesia sangatlah dominan dan memegang peranan sentral. Baik dalam perjuangan yang dilakukan secara fisik maupun diplomasi, perjuangan melalui organisasi sosial dan politik serta melalui kegiatan-kegiatan intelektual. Masa revolusi fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah ladang bagi tumbuh suburnya heroisme pemuda atau generasi muda yang melahirkan semangat patriotisme dan nasionalisme.

Pemuda atau generasi muda yang hidup dalam nuansa dan suasana pergolakan kemerdekaan dan perjuangan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan dan masalah yang dihadapi, akan tetapi bagi para pemuda atau generasi muda yang hidup dalam nuansa nyaman, aman dan tentram seperti kondisi sekarang, cenderung apatis, tidak banyak berbuat dan hanya berusaha mempertahankan situasi yang ada tanpa usaha dan kerja keras melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif atau bahkan cenderung tidak kreatif sama sekali.

Generasi muda memiliki posisi yang penting dan strategis karena menjadi poros bagi punah atau tidaknya sebuah Negara. Kaum muda adalah pelurus dan pewaris bangsa dan negara ini, baik buruknya bangsa kedepan tergantung kepada bagaimana generasi mudanya, apakah generasi mudanya memiliki kepribadian yang kokoh, memiliki semangat nasionalisme dan karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya (nation and character), apakah generasi mudanya memilki dan menguasai pengetahuan dan tekhnologi untuk bersaing dengan bangsa lain dalam tataran global dan tergantung pula kepada apakah generasi mudanya berfikir positif untuk berkreasi yang akan melahirkan karya-karya nyata yang monumental dan membawa pengaruh dan perubahan yang besar bagi kemajuan bangsa dan negaranya.

Secara umum terdapat dua sudut pandang yang membuat posisi pemuda strategis dan istimewa yaitu; secara kualitatif pemuda memiliki idealisme yang murni, dinamis, kreatif, inovatif, dan memiliki energi yang besar bagi perubahan sosial. Idealisme yang dimaksud adalah hal-hal yang secara ideal diperjuangkan oleh pemuda, bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya, tetapi untuk kepentingan dan kemajuan masyarakat, bangsa dan negara. Posisinya pemuda dalam peran pembangunan nasional maupun daerah sangatlah penting dan strategis. Untuk itu posisioning pemuda tidak lagi berada dalam ruang yang sangat elitis, tetapi pemuda harus berada di tengah-tengah masyarakat dan selalu mewarnai berbagai lini kehidupan bangsa karena masa depan bangsa terletak di tangan pemuda yang senantiasa memprakarsai perubahan-perubahan untuk kemaslahatan dan menganalisis problematika bangsa kita.

Saat ini peran elit (the rolling class) dan kelas menengah (middle class) sangat siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial. The Rolling Class berasal dari kelas menengah dari berbagi kalangan dan kelompok strategis diantaranya kelompok intelektual, pengusaha, birokrat, politisi dan militer. Agar pemuda dapat melakukan mobilitas vertikal dan masuk ke dalam kelas menengah haruslah berbasis kompetensi, bukan patronase politik. Dengan masuknya pemuda dalam midle class dan the rolling class, akselerasi pembangunan dapat dioptimalkan. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berpikir, walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat.

Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar, the next rolling class siap membantu dan mengakselerasi pembangunan nasional maupun daerah. Selain itu, konteks peran pemuda dalam memanifestasikan perubahan bangsa hendaknya tidak hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tanpa menyadari konteks internasional. Ajakan John Nesbit perlu dilakukan: yaitu “Think Globally, Act Locally” bahwa walaupun kita bertindak lokal, tetapi cara berpikirnya adalah global. Bahwa pemuda hidup dalam komunitas internasional, yang sedikit banyak akan membawa pengaruh bagi dinamika aneka kehidupan lokal dan nasional.

Menjawab tantangan diatas, sudah saatnya pemuda sebagai kandidat pemimpin nasional maupun daerah di masa datang harus dipersiapkan dengan baik dan matang. Peran pemuda hendaklah direvitalisasi sejak dini, sebab kepemimpinan kedepan butuh integritas, kapasitas, kemampuan, keahlian/kecakapan, pengetahuan/wawasan, pengalaman, solidaritas, kemampuan memecahkan masalah, juga kematangan emosional. Ujung dari semua itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy), artinya bagaimana seorang pemimpin muda mampu memutuskan kebijakan secara bijak, cepat dan tepat, berdampak bagi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Kekuatan pemuda untuk menjadi pemimpin nasional dan daerah adalah sebuah keniscayaan. Setidaknya ada dua rahasia besar kekuatan pemuda, yaitu kekuatan personal dan keunggulan mengorganisasi kekuatan. Al-qur’an mengabadikan keunggulan personal pemuda yang mempunyai sifat qowiyyun amiin (kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun aliim (amanah dan berpengetahuan luas), bashthotan fililmi wal jism (kekuatan ilmu dan fisik), ra’uufun rohiim (santun dan pengasih). Sifat-sifat unggul tersebut merupakan potensi besar, yang menumpuk pada individu pemuda, dimana masyarakat sangat mengharapkannya.

Semua butuh kerja keras untuk bisa terwujud, termasuk kemandirian bangsa. Kearifan dan kerjasama pemerintah, organisasi pemuda dan lainnya harus disinergikan untuk bisa melaksanakan aksi menuju perubahan kearah pembangunan khususnya dibidang ekonomi dengan ditopang melalui karakter. Stake holder tersebut dapat memfasilitasi pemuda agar dapat ikut serta dalam melaksanakan pembangunan daerah, khususnya dengan memberikan kemampuan terbaik sesuai dengan potensi diri yang disesuaikan dengan potensi daerahnya.

*) Makalah ini disampaikan dalam Seminar Kepemudaan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang pada hari Selasa, 8 Februari 2011 di Ruang Seminar Balai Kota Semarang.