Fenomena ironis yang muncul di dunia pendidikan kita saat ini adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, probabilitas untuk menjadi penganggur pun semakin tinggi. Perihal ini melahirkan paradoks: semakin tinggi seseorang berpendidikan maka seharusnya semakin mudah ia mendapat pekerjaan. Benarkah pendidikan kita menghasilkan para pengangguran terdidik? Selama ini memang lembaga pendidikan kita menganut sistem pendidikan warisan Belanda yang menekankan pada kemampuan hafalan. Sehingga yang tertanam pada sumberdaya manusia terdidik orientasinya adalah cepat lulus dengan hasil terbaik. Tapi kurang dibekali kecakapan hidup (life skill) yang memadai, misal kemampuan berkomunikasi dan membangun jaringan (link).
Kasus meningkatnya jumlah sarjana yang menganggur dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007 ini menjadi permasalahan serius bagi lembaga pendidikan dinegeri ini. Lalu ada apa dibalik semua itu? Apakah kurikulum pendidikan kita yang salah atau kebijakan pemerintah yang tidak sesuai. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui ada ketidaksesuaian (mismatch) antara lulusan perguruan tinggi dan kualifikasi yang dibutuhkan pasar industri dan jasa di masyarakat yang berakibat sulitnya sarjana mendapat pekerjaan.
Masih banyak penyebab lain, diantaranya pertama, kondisi sistem kampus yang tidak mendukung untuk menciptakan keahlian khusus yang dibutuhkan mahasiswa kelak ketika terjun kemasyarakat. Pada sisi lain Perguruan Tinggi tetap membuka lebar jurusan yang jenuh terutama untuk ilmu sosial, ekonomi, politik, dan hukum.
Kedua, paradigma yang terbagun oleh kebanyakan sarjana kita kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Sehingga mereka tidak berani mengambil pekerjaan yang beresiko (baca: pekerjaan kasar).
Ketiga, minimnya keahlian individu, misal berbahasa asing, kemampuan berkomunikasi, kerja dll. Semua pengalaman tersebut justru tak diperoleh secara formal di bangku sekolah namun sebaliknya didapat dari inisiatif dan kreativitas individu. Individu kreatif cenderung memiliki tingkat keberhasilan tinggi.
Sebenarnya masih banyak problem yang melilit pendidikan bangsa ini, menurut penulis sudah saatnya semua lembaga pendidikan berbenah untuk mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan pelik tersebut bagaimanapun caranya.
Bila pendidikan jelas arah maka lulusan perguruan tinggi tidak akan kesulitan kerja bahkan kelak mereka akan sanggup menciptakan lapangan pekerjaan, bukan mengandalkan perusahaan tertentu.
Disamping itu pemerintah juga harus mampu meracik strategi dan kebijakan baru untuk mengatasi bertambahnya pengangguran terdidik. Sudah menjadi kewajiban bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan tinggi dan penyedia lapangan pekerjaan untuk mengatasi menganalisa sejauhmana kerlibatan ketiganya dalam mengatasi permasalahan tersebut.
awal februari 2008
Kasus meningkatnya jumlah sarjana yang menganggur dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007 ini menjadi permasalahan serius bagi lembaga pendidikan dinegeri ini. Lalu ada apa dibalik semua itu? Apakah kurikulum pendidikan kita yang salah atau kebijakan pemerintah yang tidak sesuai. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui ada ketidaksesuaian (mismatch) antara lulusan perguruan tinggi dan kualifikasi yang dibutuhkan pasar industri dan jasa di masyarakat yang berakibat sulitnya sarjana mendapat pekerjaan.
Masih banyak penyebab lain, diantaranya pertama, kondisi sistem kampus yang tidak mendukung untuk menciptakan keahlian khusus yang dibutuhkan mahasiswa kelak ketika terjun kemasyarakat. Pada sisi lain Perguruan Tinggi tetap membuka lebar jurusan yang jenuh terutama untuk ilmu sosial, ekonomi, politik, dan hukum.
Kedua, paradigma yang terbagun oleh kebanyakan sarjana kita kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Sehingga mereka tidak berani mengambil pekerjaan yang beresiko (baca: pekerjaan kasar).
Ketiga, minimnya keahlian individu, misal berbahasa asing, kemampuan berkomunikasi, kerja dll. Semua pengalaman tersebut justru tak diperoleh secara formal di bangku sekolah namun sebaliknya didapat dari inisiatif dan kreativitas individu. Individu kreatif cenderung memiliki tingkat keberhasilan tinggi.
Sebenarnya masih banyak problem yang melilit pendidikan bangsa ini, menurut penulis sudah saatnya semua lembaga pendidikan berbenah untuk mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan pelik tersebut bagaimanapun caranya.
Bila pendidikan jelas arah maka lulusan perguruan tinggi tidak akan kesulitan kerja bahkan kelak mereka akan sanggup menciptakan lapangan pekerjaan, bukan mengandalkan perusahaan tertentu.
Disamping itu pemerintah juga harus mampu meracik strategi dan kebijakan baru untuk mengatasi bertambahnya pengangguran terdidik. Sudah menjadi kewajiban bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan tinggi dan penyedia lapangan pekerjaan untuk mengatasi menganalisa sejauhmana kerlibatan ketiganya dalam mengatasi permasalahan tersebut.
awal februari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar