SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Selasa, 17 November 2009

PEMUDA, KAPAN BANGKIT? (refleksi sumpah pemuda)

Kenapa judulnya seperti itu, penulis melihat saat ini pemuda mengalami eliminasi peran. Diakibatkan karena mereka mulai bias dari tanggungjawab. Tentu bukan salah siapa kemudian diperdebatkan. Tapi perlu pisau analisis yang lebih seksama, karena selama ini pemuda selalu disudutkan dari peran kolektifnya.
Bicara pemuda memang menarik diperbincangkan, mulai dari kapan munculnya hingga apa tugas dan peran nyatanya. Bila kita mencermati definisi banyak interpretasi yang muncul, mulai dari perspektif demografis usia hingga perspektif sosioligi-politik perannya. Lepas dari itu semua kita harus melihat potensi yang dimiliki. Banyaknya pemuda bukan hanya menjadi peluang tapi juga menjadi tantangan masa depan. Karena kebanyakan pemuda tidak siap dengan prosesnya.
Pertama, kalau kita lihat pemuda merupakan masa yang labil terhadap lingkungan. Demikian adanya, bahwa semakin kokoh prinsipnya maka akan tidak mudah terpengaruh akibat tekanan disekitarnya. Menjadikannya mampu survive dengan kontrol semangat idealismenya.
Kedua, melihat jejak prosesnya pemuda menjadi sangat penting terhadap masa depan bangsa. Saya ingat pesan singkat dari catatan harian Ahmad Wahib “keberhasilan satu generasi adalah keberhasilan kita, kegagalan satu generasi adalah kegagalan kita”.
Dari pesan itulah penulis merasa bahwa pemuda adalah penopang masa depan bangsa. Bila kita berhasil satu generasi saat ini, maka kemungkinan sepuluh dua puluh tahun kedepan kita akan mampu menerobos stagnasi rezim yang ada. Tapi sebaliknya, bila genarasi kita acuh tak acuh bahkan tak mau peduli dan berproses dengan zamannya, maka saya menjamin tinggal menunggu waktu untuk merapuhkan tiang penopang negara kedepan.
Mengasah Kapasitas dan kualitas
Dua istilah mungkin bisa menjadi keterwakilan atas kondisi pemuda saat ini. Dari keduanya penulis berani menjamin ketika keduanya terpenuhi maka masa depan bangsa dipastikan akan mengalami perubahan pesat. Lalu kenapa hanya dua istilah? Kalau dilihat dari peluang menatap masa depan pemudalah yang harusnya berani beresiko untuk berproses menempa kualitas. Dengan komitmen berjuang maka masa depan ada ditangan kita hingga menunggu waktu kapan kita akan membuktikan.
Jalan kita masih panjang, sejarah membuktikan dari sebelum kemerdekaan. Mulai starting point bangkitnya pemuda delapan puluh satu tahun silam (red-1928) melalui sumpah pemuda menjadi kunci kita sebagai pemuda harus sadar untuk berbenah. Hingga bergulirnya waktu kemerdekaan berhasil diraih juga atas inisiatif tokoh pemuda terbaik bangsa. Bahkan setelahnya gerakan pemuda yang dimotori mahasiswa memanifestasikan gerakan dan menghasilkan angkatan 66,74,78 dan Reformasi 98.
Tak bisa dipungkiri, bila kita telisik lebih dalam gerakan pemuda 1928 menjadi spirit kepemudaan untuk terus berjuang tanpa membeda-bedakan asal-usul dan latar belakangnya. Bahkan setelah merdeka banyak organisasi kepemudaan muncul seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), GMNI, PMII dll. Lepas dari itu semua, berdirinya organisasi kepemudaan salah satu tujuannya adalah untuk menggodog pemuda menjadi berkualitas. Bahkan menyiapkan calon kader ummat dan bangsa, sehingga siap dipakai setiap zamannya.
Obyektifitas dan Independensi
Keberhasilan pemuda dalam menapaki jalan panjang bukanlah dengan mudah dijalani, tapi melaui proses panjang. Dengan menumbuhkan sense of belonging atas tanah air (red-nasionalisme). Menumbuhkan semangat kebersamaan untuk melawan ketidak adilan, menjadikan mereka tetap survive dizamannya. Apakah itu diperoleh dengan sekedarnya? Tentu tidak, mereka berjuang tanpa memendang status sosial dan aspek usia. Pemuda adalah sosok manusia yang dilengkapi dengan segenap daya kritis-obyektif, kreatif dan semangat untuk berubah ke arah kemajuan. Karakteristik unik inilah yang kemudian menjadi suplemen atau bahan bakar lokomotif pembaharuan gerakannya.
Tetapi, saat ini karakteristik tersebut semakin jarang kita temui. Ini disebabkan karena desakan kultur westernisasi. Sehingga orientasi dan paradigma kaum muda tak lagi bervisi pada perbaikan atas nasib bangsa di masa depan. Melainkan bervisi sesaat (pragmatisme) cenderung kearah aspek duniawi semu (konsumerisme) dan pemuja mode (hedonisme). Inilah tantangan kolektif atas desakan glamouritas, sehingga pada sisi lain menurut mereka menjadi tidak menarik menghidupkan forum diskusi, budaya membaca, menulis bahkan membicarakan masalah kebangsaan. Disisi lain, dunia kampus lebih disibukkan dengan tragedi tawuran mahasiswa. Tentunya itu bukanlah karakter mahasiswa yang sesungguhnya. Karena obyetifitas dan independensi adalah kekuatan yang selalu mengiringi perubahan panjang.
Sadar Menemukan jati diri
Saatnya kaum muda bangkit kembali. Sejarah membuktikan bukan kita terjerembab oleh momentum tapi saatnya kita membuat babak dan momentum baru atas kesadaran kolektif. Menjadi keharusan kita memaknai perjuangan melalui politik nilai bukan hanya ikut berperan melalui ajang berebut kekuasaan (politik praktis). Tapi bagaimana kita menyadari perjuangan yang harus kita lakukan. Tentunya perjuangan hadir dengan kecerdikan pemuda menginisiasi gagasan pembaharuan berfikir. Termasuk bagaimana mencari cara untuk membakar semangat kaum muda dengan mensinergikan tujuan besar berdirinya Negara Indonesia.
Panggilan sejarah atas sumpah pemuda memberikan inspirasi bahawa pemuda harusnya moderat dalam berfikir dan bertindak. Mengerti akan peran dan fungsi untuk menyadarkan lingkungan melalui jalan aternatif. Dengan cita-cita luhur ingin merdeka! Merdeka dalam berfikir, bertindak dan berkarya. sehinnga mampu mengeliminasi primordialisme kelompok yang marak akhir-akhir ini.
Tentunya menjadi tanggung jawab bersama untuk merefleksi atas reposisi peran pemuda. Guna menemukan jati diri dengan berani menerobos tradisi yang kecenderungan pragmatis. Pendidikan karakter menjadi PR bersama bagi setiap organisasi kepemudaan. Tentunya lembaga terkait dan pemerintah sebagai pihak yang sangat berkepentingan dalam mempersiapkan generasi penerus pun bertanggungjawab dalam mempersiapkan generasi muda berkualitas.
Dengan proses dialog panjang tentunya menjadi bagian penting untuk menempa sosok pemuda yang siap menjadi pemimpin disetiap zamannya, dan siap menginisiasi kondisi untuk menjadi poros episentrum perubahan.
Haruskah bangkit?
Jawabanya tentu, karena pemuda mempunyai karakteristik yang khas dan unik. Mereka lebih diuntungkan karena prosesnya. Disaat ini semakin tak jelas arah mau dibawa kemana alur perjuangannya. Akibat lingkungan sekitar adanya kecenderungan berperilaku negatif harus kita stop! Karena tantangan zaman sekarang menjadikan lunturnya nasionalisme dan idealisme.
Pemuda dan mahasiswa harus kembali ke khittah perjuangan. Untuk menemukan spirit identitasnya. Menjadi penting karena panggilan sejarah kita harus berani memulai bangkit. Bangkit dari keterpurukan, ketertindasan dan bangkit untuk memulai bergerak menatap masa depan yang lebih baik.
Pemuda adalah investasi terbesar bangsa. Kalau kita menyia-nyiakan masa muda kita berarti telah menyumbang sampah masalah bagi negera. Tentunya itu bukan pilihan. Marilah dengan momentum sumpah pemuda kita bangkitkan kembali ghirah semangat juang kita melalui peran “intellectual movement”. Dengan menggerakkan tradisi diskusi, membaca, menulis dan berkarya untuk bangsa kita.
Selamat berjuang para pemuda, untuk membawa angin segar perubahan bangsa yang lebih maju dan sejahtera. Negeri ini menunggu sosok pemuda yang mempunyai visi kepemimpinan, kewirausahaan. Tetap independen, progresif dan berani mempelopori perjuangan kritis atas kebijakan publik. Beranikah kita menjadi penentu masa depan. Semua jawaban ada ditangan kita.

Agus Thohir
Ketua Umum HMI Cabang Semarang, Direktur LaStA (Lingkar Studi Alternatif) Semarang dan Koordinator Persatuan Organisasi Mahasiswa Semarang (POROS Semarang)

Tidak ada komentar: