SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Kamis, 30 Desember 2010

Belajar Dari Kekalahan Untuk Bangkit dan Menang

Kekalahan kesebelasan Indonesia dari Malaysia dalam final pertandingan piala AFF 2010 disebut-sebut sebagai dampak buyarnya konsentrasi bisa dikatakan kurang fokus. Selain dua hal tersebut tekanan mayoritas untuk menang juga menjadi beban tersendiri untuk mereka pikul disaat tanding. Dari realitas kondisi tersebut menjadi beban mental yang terakumulasi dalam permainan. Mau atau tidak kita harus menerima kekalahan tersebut.
Indonesia tidak perlu malu belajar dari kekalahan dalam bertanding, juga harus belajar dari kemenangan tim Malaysia yang menjuarai pertandingan piala Suzuki AFF 2010. Dalam pertandingan ada menang dan kalah, siap juara harus mau menerima hasil dari pertandingan walaupun dengan hasil yang tidak memungkinkan juara. Inilah permainan yang selalu mengedepankan sportifitas.
Beban yang terlampau berat kini pun telah usai, walaupun hanya Runner Up kita harusnya bersyukur, karena masyarakat juga sudah tau kondisi dilapangan dalam pertandingan semalam. Mari kita semua belajar dari pertandingan semalam; pemain kini telah berusaha sungguh sungguh, dan kedepan harus disiapkan lebih matang dalam menyambut pertandingan-pertandingan agar Indonesia bisa menang.
Penonton "suporter" pun demikian sebagai pendukung harus bisa memberi teladan bagi semua, walaupun tim yang didukung kalah jangan sampai kemudian mengalihkan gelora semangatnya ke hal-hal yang negatif yang mencederai pertandingan. Masyarakat publik pun harus bisa memberikan teladan bagi generasi, dengan memberikan nasihat ataupun saran positif bahwa semua ini adalah pertandingan dan setiap pertandingan akan membawa koskuensi, menang atau kalah, dan kita harus siap menerimanya.
Dalam ranah lain, publik kita dihadapkan pada realitas olahraga yang berbaur dengan politik, dengan cara yang kadang kurang pas dalam posisi tertentu, menyambut suksesnya tim nasional menembus final bak pendukung fanatik kemudian elite menghibahkan fasilitas kepada tim nasional sebagai jasa " yang memberikan kesan" politik pun ingin diakui atas prestasi tim garuda Indonesia.
Egoisme politik pun kentara, dalam kondisi tertentu bisa kita lihat instruksi elite dalam mempengaruhi kebijakan PSSI untuk mengambil keuntungan bahwa dalam saat seperti itu siapa yang mempunyai kekuatan dalam ranah politik arogansi juga ditampakkan. Menurut hemat saya gejala "polusi kebijakan" diatas kepentingan olahraga harusnya diminimalisir dalam kondisi tertentu, karena ini juga menjadi faktor penentu lain yang mengakibatkanmempengaruhi mentalitas pemain. Akumulasi lain dari disfungsi tanggungjawab pertandingan elit politik membawa efek kurangnya kesolidan dari semua unsur. Inilah yang berbahaya dan berdampak pada efek kefokusan dalam segalanya.
Persepsi politik yang semakin belukar telah melukai publik, bahkan sikap partisipasi juga, harusnya untuk mendukung kemenangan tim kita, semua struktur yang mempunyai kebijakan harusnya lebih bijak dan tahu bagaimana memberi yang terbaik untuk warganya dalam mendukung tim. Bukan malah sebaliknya memainkan kondisi, tiket harganya dinaikkan dan ini sangat tidak rasional. Ini termasuk bentuk pemerasan dengan eskalasi harga tiket. Diskriminasi dan eksploitasi inilah yang jelas-jelas menindas, dan inilah hamparan sistem yang dikotori oleh kepentingan politik tertentu.
Olahraga dan politik boleh bersanding, tapi ada tempatnya tersendiri. Strategi politik dalam olah raga adalah hal yang wajar tapi ini sebalilknya politik dijadikan komoditas untuk mengklaim olahraga sebagai sebuah keberhasilan. Tendensi kepentingan selalu dominan dan melukai, kenapa saya berkata demikian, karena ini jelas ada kepentingan pribadi diatas kepentingan golongan. Jelas ini tindakan tidak terpuji dan lalim, ideologi "egoisme" telah menjadikan tidak warasnya para pemimpin elite, persekongkolan dan sikap berupa tindakan lain menjadi penyakit yang tidak kunjung usai dan sulit dicari obatnya.
Motif terselubung dan tersembunyi diatas sebenarnya menjadi artikulasi nyata dari perilaku politik yang berat ditanggung, logika yang digunakan cenderung asal tendang, tanpa memikirkan kepentingan mayoritas. Lagi-lagi rakyat hanya sebagai penonton. Seharusnya semua bisa diakhiri dan obatnya mudah, semua harus mengeti, bahwa kejujuran, kesadaran dan kemauan untuk mementingkan kepentingan umum diatas kepentinga pribadi dan menghempaskan komoditas dalam kepentigan tertentu akan mampu mengurai benang kusut hamparan problematika diatas.
Jangan sampai ini berdampak negatif lebih panjang. Semua ini memang permainan, ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi ada yang lebih dari itu untuk kita pikirkan dan kita renungkan. Untuk bisa bangkit dan berhasil dimasa mendatang kita harusnya mau belajar dari masa lalu hingga hari ini, kenapa kita kalah? Dari situ kita akan mampu merefleksikan dan memulai yang baru menjelang tahun baru.
Memang sportifitas, konsentrasi dan fokus adalah sesuatu yang sangat penting. Factor tersebut akan memberi arti sendiri. Indonesia masih ada harapan, tinggal kita memilih kapan kita mau menang dan kita harus memulai dari pelajaran penting dari kekalahan. Untuk mencapai kemajuan ada yang lebih dimasa kita, yaitu mengisi waktu dengan aktifitas yang positif. Kita harus bisa menggulirkan ide menjadi sesuatu yang konkret. Perubahan dan perbaikan untuk masa depan ada pada kita semua, kita masih punya masa depan untuk kita menangkan dalam segalanya yang akan kita tentukan dari pelajaran hari ini.
Tentunya ada yang lebih penting dari kita semua, kita harus menghilangkan ideologi “pragamatisme” yang cenderung merusak moralitas. Kekuatan ada pada harapan dan ideology yang dianut, termasuk para elite yang harusnya member contoh, apalagi para pemimpin! Harusnya mereka lebih mengerti apa yang terbaik untuk rakyat dan negeri ini. Pemerintah, masyarakat, warga dan pasar adalah koneksi yang akan terakumulasi dan kompleks. Siapa yang mudah tergoda dalam tarikan “pragmatisme” maka disitulah akan terjadi penipuan dan penindasan.
Akankah kita diam ? Atau kita tergerak untuk menghentikan kekacauan, marilah kita bersama belajar dan belajar dari realitas hamparan panjang yang terjadi dinegeri ini. Kita bisa, kita punya kekautan dan kita mampu menang siap untuk menjadi juara.

Jakarta,
Akhir tahun,30 Desember 2010

Rabu, 29 Desember 2010

Tahun 2011, Menggugat Indonesia dan Kemungkinan Tak Terbatas


Tahun 2011 sebentar lagi hadir menyambut kita, bahkan tinggal hitungan hari kita akan memasuki tahun yang memberikan banyak kemungkinan tak terbatas. Karena dalam benak saya terlintas spirit positif untuk menatap masa depan dan meretas nasib, semuanya tergantung dari apa yang kita lakukan pada saat ini yang mempertimbangkan sikap kita dari apa yang harusnya kita lakukan hari ini. Kemudian saya menegaskan dalam awal kalimat diatas ada harapan dan kemungkinan dari kata “tak terbatas”, itu menjadi konskuensi dini tatkala kita memberikan harapan dan keberanian untuk bertindak saat ini dan menjadi kebijakan laku untuk menyongsong esok yang lebih baik.

Realitas ke-Indonesiaan
Mari kita tengok sebentar tahun ini, dimana 2010 sebagai tahun yang pernah kita lalui dan kita hadapi. Berbagai hiruk-pikuk kejadian menguraikan bahwa 2010 akan menjadi pijakan untuk merefleksikan hamparan realitas yang ada. Mulai dari beruntun kejadian yang membuat kita tersayat dengan tragedi akibat bencana alam yang datang silih berganti menimpa saudara-saudara kita. Wasior di Papua Barat dengan banjir bandangnya. Di kepulauan Mentawai Sumatra Barat, gempa dan tsunami yang telah meluluh lantakkan banyak infrastruktur, serta letusan letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang kesemuanya menelan korban jiwa dan harta yang cukup
banyak.
Kemudian kebingaran warga Negara ini dengan sebutan “supporter” yang mendukung dan memberikan spirit positif kepada tim nasional sepak bola hingga “Garuda Didadaku” mampu menyihir jutaan mata. Sadar atau tidak kita telah melampaui kebiasaan dan kita harusnya lebih mengerti akan realita yang bergulir setiap detik, hingga menjadi hari, bulan dan tahun. Sehingga 2010 kini mengajarkan kita banyak hal tentang kehidupan. Keberagaman kondisi dan situasi yang mengkerucut dalam uforia social hingga menjulur dan menjadi benangkusut atas nama kebijakan. Bahkan tak banyak yang mengklaim dengan alas an tertentu oleh sekelompok kepentingan dipolitisasi menjadi keberhasilan mereka.
Sedemikian nyata bahwa masa telah memberikan jalan dan menorehkan cita, masa lalu biarlah menjadi pijakan kita dalam perlakuan sikap kita hari ini, mari kita jadikan masa lalu dan saat ini menjadi sejarah untuk kita torehkan menjadi pijakan yang lebih baik untuk masa depan mulai sekarang. Saat ini kita telah mengerti kondisi, dari kendala personal yang mempengaruhi system social hingga kendala mondial yang mempengaruhi cara berfikir hingga menjadi tindakan individu warga negara. Sungguh ini menjadi nyata apa adanya dari sederet masalah yang tak kunjung usai.
Persolan demi persoalan, solusi demi solusi hingga karena tak sanggup menguraikannya bahkan ada yang menggunakan cara lain yang tidak masuk akal dengan menggunakan mantra dengan mencari orang pintar. Memang itulah watak dari masyarakat kita, yang cenderung memilih jalan pintas. Biarlah kejadian yang menjelma dalam wujud lain ditafsirkan dengan berbagai paradigma (sudut pandang) dalam aksi lain yang pasti kita harus lebih bisa menjelaskan dalam langkah nyata.

Indonesia dan Kemungkinan
Indonesia, 2010 dan saya. 2011, semuanya dan dunia kini mulai berbenah dari kekacauan politik, ekonomi, social budaya hingga menerobos kemajuan aksi menjadi barang jadi berupa teknologi. Hingga saya kadang susah menguraikan dalam kata-kata yang terstruktur untuk menjelaskan hamparan 2010 dari yang paling “sepele” hingga yang paling dahsyat tampak dimata kita bahkan kadang tak bisa kita terima dengan akal sehat. Semua adalah hasil dari perlakuan kita dan alampun menjawab dengan caranya. Seperti apapun dan bagaimanapun semua sudah terjadi dan pastinya jika kita uraikan dalam berbagai ekspersi akan menghasilkan kebijakan yang berwatak kebijaksanaan.
Pertarungan ditubuh negera ini pun menjadi tontonan, elit-pun sedemikian rupa mencitrakan diri hingga atas nama rakyat mereka membuat kesepakatan yang membahayakan bahkan bisa menghancurkan akibat dari watak inlender. Bahkan “komparador”pun disematkan sebagai kalimat pengganti untuk memantapkannya. Negeri ini sedang sakit mencoba untuk bangun dan berlari mengejar Negara lain. Dengan segenggam harapan dari segelintir para kelompok pejuang “idealis” yang terus menggelontorkan idenya walau tidak begitu digubris bahkan mereka diacuhkan, semua akibat demokrasi kita telah tercemar oleh polusi.
Bagaimana kita bisa berkompetisi, seperti apakah kita bersikap mengejar harapan yang tersisa? Bahkan pertanyaan bertubi-tubi datang tatkala saya merenungi nasib ini, bangsa kita telah disakiti, rakyat ini telah terjangkiti oleh virus akut” pragmatisme”. Spiral realitas 2010 telah menghempaskan kita dalam kondisi seperti sekarang, membuat kita harus bisa berdiri menjadi tegak untuk menyusuri lorong-lorong gelap. Kapan lagi kalau bukan saat ini kita memberikan spirit baru progresifitas berfikir dan bertindak menatap masa depan.
2011 menjadi tahun baru bersanding dengan tahun baru hijriyah 1432, semua member harapan dan member tantangan dengan serba kemungkinan yang tak terbatas. Tidak ada yang tidak bisa, tidak ada ang tidak mungkin untuk memotivasi diri, karena dengan kebangkitan kita untuk menggugat Indonesia maka akan ada gairah hidup yang menggerakkan dalam bentuk nyata. Indonesia adalah tumpuan rakyat ini, kebangkitan pribadi akan mempengaruhi kebangkitan bangsa. Begitu juga pemimpin kita harus lebih tau apa yang harusnya di lakukan, dan menjadi contoh baik.
Bangsa ini penuh dengan spekulasi, masyarakat kita adalah pemicunya, mari singsingkan semangat yang menyala-nyala dan berkobar-kobar untuk memberi warna baru. Jika kita ingin berkualitas butuh tempaan dan waktu, begitu juga dengan negeri ini, supaya bangsa ini bisa kembali bangkit dari kelesuan dengan semangat nasionalismenya, maka suportifitas dalam bertandingpun harus bisa disemai dalam demokrasi dan tindakan elit negeri hingga ke masyarakat kita. Supaya bangsa kita bisa meraih kesempatan emas, maka 2010 adalah pijakan tahun yang akan berlalu menuju pintu baru tahun baru 1432 H dan 2011 M dan semangat baru.
Semua butuh keseriusan, semua butuh keberanian, kita butuh belajar dari masa lalu. Gagasan Indonesia ditenun dari berbagai harapan, perjuangan dan pengorbanan, semua hasil dari pergulatan ide dan kenyataan historis yang panjang. Mari kita bersama menjadi yang pertama, kapan lagi kalau bukan sekarang. Sejarah baru harus kita torehkan, peristiwa telah memisahkan dengan tegas antara; Indonesia sebagai sebuah harapan, dengan Indonesia sebagai sebuah tindakan.

Menggugat Masa Depan Dengan Harapan
Indonesia bukan lagi kita diamkan, Indonesia harus kita gugat, karena Indonesia adalah milik kita bersama, dengan patokan kesadaran maka kita akan mempunyai keberanian dan kita akan mampu menguraikan sikap dari pilihan terbaik kita. Dengan mengkristalnya persatuan dan kesatuan maka ditengah keberagaman dan toleransi kita harus mampu mengetengahkan gagasan Indonesia yang baru dan lebih mandiri. Bukan hanya sekedar refleksi yang menjadi ritual tiap akhir tahun, dan outlook “pembacaan masa depan” yang tanpa membuka paradigma.
Mari membuka mata, membuka hati dan membuka pikiran untuk menjadikan kebiasaan kita lebih dari sekedar berani dan baik, tapi lebih berani dan terbaik. Selagi kita optimis maka masa depan kita dapat kita ciptakan dengan gemuruh semangat yang ada. Yang jelas tantangan mengajarkan kita lebih bijak dan dewasa.
Masa depan gemilang dimulai hari ini, untuk menyambut esok yang lebih berarti. Semua yang kita pikirkan hari ini akan menuntun kita membuka kemungkinan baru tak terbatas untuk hari esok. Marilah kita siapkan dengan langkah nyata, tak ada yang tidak mungkin karena kemungkinan itu harus kita ciptakan mulai sekarang. Hidup adalah tindakan dan apa yang ada karena pilihan dan sikap untuk meletakkan tanggungjawab guna mendukung masa depan yang lebih cemerlang. Yakinlah pasti kita bisa untuk memulainya, pastinya dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.

Jakarta, 29 Desember 2010