SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Jumat, 12 Juli 2013

Meraih Kemuliaan Ramadhan Dengan Cinta

Meraih maghfirah dan kemuliaan
Bertebarlah benih-benih cinta bagi sesama
Bersedekah dengan ikhlas untuk mereka yang duafa
Semua karena kemuliaan diantara bulan Ramadhan
Fadhilah- fadhilah  yang tersimpan diantaranya
Pesan-pesan didalamnya terbungkus rapi dalam aktifitas
Hanya diperuntukkan Allah kepada hamba pilihan untuk ummat pilihan...

Sabtu, 25 Mei 2013

Pendidikan Politik, Partisipasi Golput Dan Dilema Demokrasi


Proses demokrasi dalam klimaksnya dirayakan dengan pemilihan melalui pemungutan suara yang juga sering disebut PEMILU. Hari ini kita dihadapkan pada realitas fakta persoalan subtansial dari demokrasi sendiri, yaitu berupa pendidikan politik dan kemauan untuk meng-engaged dalam arena publik. Pemilu sendiri tampak menyisakan berjuta harapan bagi kontruksi demokrasi sendiri dimasa yang akan datang.
Apakah kita akan mengikuti bisikan hati atau bisikan lain (transaksi politik) yang menjadikan banyak warga bersikap apatis terhadap prosesnya, karena demokrasi sendiri terlihat cenderung kuantutatif procedural. Bisa dikatakan persoalan kebangsaan, seperti kemiskinan, kemelaratan, keterbelakangan, kebodohan dan kepandiran kita sebagai bangsa bisa diselesaikan dengan angka-angka.

Demokrasi dan Sikap Golput
Demokrasi dalam praktiknya memunculkan spekulasi, banyak faktor yang mempengaruhi sikap dalam menentukan pilihan, bahkan realitas hari ini masih banyak yang belum mengerti diakibatkan minimnya pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat awam. Masyarakat awam memahami politik cenderung “perdebatan yang tiada berujung” seperti yang disajikan dalam arena media, jelas ini menjadi  tantangan bagi lembaga politik untuk menyusuri dan melakukan pendidikan politik sampai akar rumput.

Kamis, 20 September 2012

Idul Fitri; Pesan Ibadah dan Nilai Etos Sosial

Saat tenggelam matahari diufuk barat dan disambut dengan gema takbir berkumandang, menandakan berakhirnya  bulan Ramadhan diseluruh penjuru dunia. Isyarat masuk hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H bagi ummat Islam. Disambut dengan gempitanya suara riuh petasan dan tabuhan bedug yang turut menghiasinya. Syawal yang dinanti kini telah tiba untuk dirayakan sebagai kemenangan. Begitu pula tradisi yang kental pun juga melekat dari perayaan ini berupa mudik  dan sungkeman. Bahkan tidak sedikit dari yang merayakannya dengan bergembira dan bahagia untuk membingkainya dalam partisipasi nan fitri dengan sebutan lebaran.

Mudik dan Kearifan
Bagi sebagian warga pasti sering melaksanakan tradisi mudik untuk mennyambut Idul Fitri. Mudik merupakan kekuatan tersendiri karena mampu menggerakkan hampir 80 persen masyarakat urban. Semua berbondong-bondong melakukan tradisi mudik menuju kampung halamannya. Mudik merupakan potret budaya khas lokal, bisa dikatakan tradisi yang ajek terjadi. Ini tidak terjadi pada semua negara muslim, keajekan mudik menjadi ciri khas bagi warga Indonesia khususnya di Jawa.

Sabtu, 21 April 2012

Kartini Modern Inspirasi Ibu Dari Masa ke Masa


Tidak ada kata terlambat untuk lebih mengerti dalam memperingati hari Kartini. Setiap tahun pada tanggal 21 April merupakan hari memperingati perjuangan R.A Kartini dalam memperjuangankan keadilan bagi kaum wanita. Pahlawan disematkan bukan sesuatu yang mengherankan, beliau menjadi realitas kaum perempuan pada waktu itu yang melakukan emansipasi.
Sosok Kartini menjelaskan tentang semangat memperjuangkan hak pribadi kaum perempuan, Kartini tumbuh dan berkembang menjadi pendobrak dominasi tradisi yang cenderung patriarki. Dalam memperjuangkan hak pribadi dalam menentukan pilihan hidup, Kartini tetap menjaka nilai kearifan dan berani dengan lantang tetapi dengan tidak melupakan norma-norma kesusilaan serta kesopanan

Sabtu, 31 Desember 2011

Mozaik Gempita Mambaca Zaman


Terompet-terompet itu bersahutan
Menguasai telinga-telinga ditengah kehidupan
Tanpa mengerti kenapa sore ini begitu ramai
Menyambut gempita di ujung tahun ini

Menjelang lepas tahun ini
Banyak orang merasa kehilangan
Banyak orang melakukan renungan
Harap-harap dalam kecemasan
Disetiap lorong-lorong realitas

Begitu dengan hamparan dari kejauhan

Refleksi Tahun 2011; Untuk Merajut Optimisme di Tahun 2012

Tahun baru merupakan momen yang dinanti banyak orang, dimana setiap individu memaknai bahwa selesai sudah satu tahun berlalu dan kini saatnya menyambut tahun baru. Pergantian waktu yang telah berlalu dimaknai lain oleh banyak orang karena kemeriahannya. Makna itupun tercipta dari tradisi yang bergulir  dibenak kita karena lingkungan sekitar. Lebih dari itu, baik tahun baru Hijriyah ataupun tahun baru Masehi, keduanya mempunyai pemaknaan yang berbeda dari akulturasi budaya yang melingkupinya.
Banyak cara yang dilakukan oleh setiap insan manusia untuk mengapresiasi diri, baik itu dengan merenungi dan melakukan evaluasi selama setahun berlalu hingga dirayakan dengan hingar-bingar pesta kembang api yang terlihat mewah. Hal ini terjadi bukan hanya di Indonesia saja, tapi juga dilaksanakan hingga seluruh penjuru dunia. Beragam yang dilakukan oleh insan manusia. Saya rasa semua mempunyai kiat atau cara khusus untuk memperingati momentum akhir dari tahun 2011 ini. Tidak sedikit orang membuat planning untuk mengakhiri tahun 2011 menyambut tahun 2012, yang pasti usaha merupakan cara standar untuk membuka cakrawala baru di tahun baru.

Minggu, 25 Desember 2011

Pesan Tragedi Bima Atas Arogansi Polisi

Tindakan brutal kembali memakan korban nyawa akibat dari represifitas terhadap ribuan massa aksi di Bima. Kronologinya dari aksi yang dilakukan oleh ribuan warga Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, sejak senin(19/12) senin hingga sabtu pagi (24) yang menduduki Pelabuhan Sape. Tindakan tersebut merupakan wujud protes atas keberadaan perusahaan tambang emas di Lambu. Keberadaannya dinilai merugikan warga dengan alasan merusak sumber air satu-satunya dipemukiman warga setempat. Pendudukan Pelabuhan Sape dilakukan warga selama hampir seminggu melumpuhkan aktifitas.

Tindakan Represif VS Slogan Polisi
Upaya represif polisi pagi hari tadi dalam pembubaran paksa yang dilakukan warga memblokade pelabuhan menjadikan luapan aksi aparat. Tindakan ribuan polisi  yang sangat represif tidak mencerminkan institusi POLRI. Desingan tembakan yang dilakukan polisi yang menewaskan warga dan diperkirakan lebih dari lima korban, puluhan kritis dan luka-luka menjadi bukti buramnya lembaga parat hukum.
Slogan polisi  “Mengayomi, Melindungi dan Melayani”  sekedar slogan yang bias nyatanya, karena dilapangan rasa aman nyaman hanya oase belaka. Ini bisa kita runut tragedi kasus Mesuji berdarah, kasus pembubaran kongres rakyat dimanokwari papua barat dan blokade pelabuhan sape dibubarkan di Bima NTB. Semua berujung pada keberpihakan aparat kepada perusahaan yang notabenenya “berduit’.
Suatu bentuk tindakan yang sangat disayangkan, ini wujud nyata tirani.Telah mengukuhkan tindakan amoral dari aparat yang harusnya memihak rakyat kecil termarginalkan. Kekerasan yang terjadi merupakan daftar hitam dari sikap aparat karena tidak mampu melindungi dan mengayomi warga. Apalagi alih-alih melayani mereka yang secara nyata harusnya dibela. Argumentasi dari KOMBES Boy Rafli Amar sebagai KABAG PENUM Divisi HUMAS POLRI  yang mengatakan bahwa “itu tindakan tegas yang dilakukan kepolisian” ini argumentasi yang cenderung membela bahkan membenarkan tindakan tersebut.
Dengan alasan salah tembak, kalau dilihat bukan sekedar salah tembak tapi asal tembak yang jelas terarah. Aparat melebihi tindakan kepatutan dan institusi POLRI cenderung arogan.

Korban Berjatuhan dan Keadilan
Pembubaran polisi yang dilakukan pada pagi dini hari sekitar jam enam pagi yang berjumlah sekitar seribuan dengan senjata lengkap kepada warga masyarakat lambu dan sape dapat disaksikan diberbagai media. Data dilapangan yang didapat ada 5 korban tewas, diantaranya Arif rahman (19), Syaiful (17) dan ansyari (20). Korban kritis dan luka-luka yang belum terhitung jumlahnya kemungkinan bisa menjadi tersangka dengan alasan yang didakwakan.
Sementara informasi terakhir yang didapat sebelumnya menjelaskan bahwa masyarakat tidak pernah melakukan perlawanan atau konfrontasi karena masyarakat mengharapkan agar polisi melepaskan aktifis LMND dan pencabutan izin penambangan PT. Indo Mina Persada, PT. Sumber mineral nusantara.
Masyarakat yakin keberadaan tambang emas tersebut mengancam pekerjaan mereka sebagai petani lantaran areal tambang berada pada sumber mata air. Protes dan penolakan tambang ini sudah dilakukan setahun terakhir, namun belum mendapat tanggapan dari Bupati. Jelas dalam tuntutan itu agar penguasa berpihak pada warga yang mayoritas jelas sebagai rakyat di Bima.
Lalu keadilan kemana larinya, sedangkan bagian dari kelompok masyarakat mayoritas yang berjuang bersama ribuan masyarakat di Bima yang menuntut keadilan nyata. Sedangkan dari Pemerintah Kabupaten Bima tidak menggubrisnya bahkan mengerahkan kekuatan aparat yang bersenjata lengkap. Apakah ini menjadi rahasia umum tentang keberpihakan institusi aparat “tukang pukul” negara bahwa mereka maju tak gentar membela yang bayar.

Aksi Beruntun dan Kebangkitan Gerakan
Realitas tragedi setelah reformasi meninggalnya mahasiswa trisakti yang tertembak kinipun terulang pada tragedi pergolakan di Bima. Ini menjadi bukti bahwa polisi tidak mempunyai analisis aksi yang berbasis riset. Kenapa bisa terulang kejadian penembakan yang harusnya tidak dilakukan oleh para pengayom masyarakat. Sejarah berulang tetesan darah kini tumpah lagi.  Polisi mungkin lupa bahwa yang membayar mereka memberikan pol peluru adalah uang rakyat dari hasil pungutan pajak, tapi mereka dengan mudah melepaskan peluru bersarang di tubuh rakyat yang ditembak dengan mudahnya.
Sebagai warga negara saya melihat tragedi lepas dari bentuk siaga dari polisi secara tidak langsung berpesan bahwa polisi harus bisa lebih arif, tidak layak kalau itu terjadi. Tapi semuanya telah menjadi bubur. Jangan sampai ini menguap begitu saja. Ini jelas pelanggaran HAM, karena menghilangkan nyawa orang. Harus di usut tuntas dengan mengadili pelaku yang melakukan tindak kekerasan bahkan mengakibatkan kematian.
Saya mengajak kepada semuanya yang ada dan melihat kejadian ini jangan hanya melihat dan terpaku seolah ini telah terjadi. Mari kita buka mata hati kita, apa yang akan lakukan bila korban adalah anggota keluarga anda. Kalau anda masih punya nurani, mari bangun solidaritas dan kebersamaan yang hidup diatas segalanya. Bahwa mahasiswa dan kaum muda harus menangkap momentum ini untuk dijadikan titik tolak bahwa kita punya peran dan tanggung jawab.
Sebagian mahasiswa dan pemuda mengadakan aksi dengan berbagai cara. Disambut melalui aksi solidaritas dengan shalat ghaib dan unjuk rasa dibeberapa tempat. Mengusung tuntuntan mengecam tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian. Kalau sampai tidak ada tindakan yang jelas dan endingnya biasa jelas ini penghianatan yang sangat terhadap tanggung jawab secara kolektif.
Mari bangun konsolidasi dan kekuatan masif agar gerakan ini mampu bangkit kembali ditengah himpitan pragmatisme dan sistem kampus yang mengkerdilkan peran-peran mahasiswa. Tanggung jawab intelektual organik yang disampaikan oleh gramsci jangan sampai mati suri di nadi semangat dan paradigma di peran nyatanya. Sangat keliru bila aksi dianggap hal yang tidak patut, tapi sebaliknya kita harus bisa menjelaskan pada masyarakat  bahwa mahasiswa masih punya peran dan nyali untuk membela masyarakat yang ditindas akibat sistem dan logika rimba kekuasaan.
Hemat saya apapun organisasi anda, harusnya sebagai gerakan mahasiswa mampu mengetengahkan kembali “idealisme” berdasarkan intelektual. Kita harus mengontrol setiap saat dengan bersama untuk merapatkan barisan terberai oleh kepentingan semu. Kita masih bisa bersatu di tengah dinamika yang kompleks, dan menginisiasi kesolidan melalui solidaritas dan kesadaran untuk memperbaiki bangsa ini dengan mengusung perubahan yang tidak bisa lagi ditunda. Dimulai sekarang juga.
02.[25/12/2011]