SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Jumat, 23 Januari 2009

Kamis, 15 Januari 2009

Tahun 2009 bencana terus melanda, Awas ! Tahun 2100 prediksi kelaparan global (bencana kemanusiaan mengancam)




Berita akan kabar banjir yang setiap hari dapat kita lihat di media, baik itu media cetak, media visual atau media cyber. Seakan banjir bukan lagi bencana tetapi menjadi tamu rutin tiap tahun. Ini bisa dikatakan benar adanya. kita bisa lihat dari ibu kota Jakarta, bahkan berganti gubernur dan program-programnya yang baru masih belum bisa mengurangi banjir. Apakah ini karena mungkin bisa dikarenakan mentalitas dan tipologi para pemimpin yang sama dan tidak jauh beda? Dari periode keperiode.
Memang ini menjadi pertanyaan besar dan selalu berkelindan dibenak para kaum marginal. Mengenai semua itu apakah perlu ada pembaharuan dan terobosan baru? Sejumlah ahli dan pakar melakukan analisa dan prediksi tanpa pandang bulu, apakah itu dari sisi politik, ekonomi bahkan pemerhati menjamur mengatasnamakan kemanusiaan. Saat ini kita telah banyak dibuai dengan janji tapi tanpa bukti. 2009 adalah warna politik baru, dan baru ini apakah mampu menjadi episentrum geo-politik yang bersifat konstruktif? Atau sebaliknya malah menjadi bencana tahunan yang mengkristal menjadi bencana mayoritas bangsa.
Demikian adanya atas permasalahan bangsa terkait bencana. Bukan hanya bencana alam tetapi bencana lain-pun setia menemani dan menghiasi seantero Nusantara. Pertarungan bencana inilah yang perlu sejenak kita perhatikan dan cermati, perhatian besar tiap tahun semakin menjadi akan kehadiran tamu “banjir” (baca: fenomena bencana alam).
Kita harus beralih strategi, lalu kenapa pemerintah dan aparatur negara tidak melakukan antisipasi strategis kepada ancaman bencana. Kita tahu dan mengerti, bisa dipastikan menjelang pergantian tahun dan musim akan ada prediksi bari dan bencana baru. Dan melihat fenomena ini saya melihat bencana banjir, longsor, dan bencana kemanusiaan adalah lembaran hitam yang harus kita minimalisir kelak. Jangan sampai anak cucu kita mengalami masalah bencana yang sama, lalu bagaimana melakukannya? Itu menjadi pertanyaan bagi saya melihat peta permasalahan kemanusiaan ini.
Menilik kondisi kekinian publik mengetahui semua kejadian dan hamparan luas pemberitaan lewat media menjadi manfaat sekaligus muncul berbarengan madhorot. Namun apa daya yang bisa kita lakukan atas semua itu, hanya bisa diam atau malah lari dan tak mau tahu. Harusnya kita lebih proaktif untuk mencari jembatan baru untuk bisa keluar dari lilitan permasalahan.
Lagi-lagi banjir, lagi-lagi banjir seolah itu ucapan yang akan keluar ketika musim hujan datang. Lagi-lagi kemarau, lagi lagi kemarau itupun akan berdesis dari mulut warga. Dan lagi-lagi mengeluh dan mengeluh, kemana kita akan bisa berharap dan berhenti menghadapi bencana selanjutnya. Kondisi ini menjadi trauma berkelanjutan menghiasi pikiran warga.
Jangan sampai bencana serupa hadir kelak! Itu sempat saya katakan pada diri saya, tapi dalam pencandraan saya apakah ini bisa? Seolah optimis menghampiri masa depan, tetapi alam berkata lain seolah mereka murka kepada oknum sekelompok manusia atas keserakahan nafsunya dengan cara merusak lingkungan untuk mencari sesuap uang dan segepok keuntungan tanpa memperhatikan sekitarnya.
Dan menurut saya seabad kedepan bisa jadi akan ada bencana kemanusiaan yang lebih dahsyat. Lingkungan yang dikoyak akan membalas kepada mereka yang menempatinya bahkan orang yang tidak bersalah ikut merasakannya. Mungkin banjir dan kekeringan akan menghiasi di muka bumi ini, tetapi bisa juga tahun 2100 kedepan tragedi kelaparan akan menghantui masyarakat dunia.
Ini tidak bisa kita pungkiri karena saat ini akibat banjir telah mengakibatkan kelaparan dimana-mana. Apalagi kalau bencana ini terjadi beriringan bukan saja banjir, kemarau tapi krisis multi dimensi kemanusiaan ini terjadi setiap tahun pastinya kedepan akan bisa lebih parah. Dengan kacamata lain saya ingin mengajak kepada semua pembaca dan pemerduli lingkungan untuk mengerti akan kondisi ini. Marilah kita sebagai orang yang pertama menjadi pencetus solusi atas kemanusiaan dan bencana tahunan, sekaligus abad. Dengan bersadar pertama sekaligus bersama maka bencana secara kolektif akan dapat kita antisipasi. Bukan lain dan tidak maka akan bisa kita atasi semua bencana dengan strategi kemanusiaan. Tetapi bisa saya katakan sebaliknya krisis satu abad kedepan akan lebih parah dikarenakan kebengisan dan keserakahan sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab atas nama kemanusiaan melakukan arogansi terhadap lingkungan. Dan bisa jadi bencana besar dunia telah menanti kita dan anak cucu penerus generasi kehidupan. Ingat sekali lagi, kapan kita akan mulai dan kapan kita akan bergerak? Saya tunggu aksi dan strategi kalian semua. Salam perubahan untuk bersama.
Lemah gempal. 06.30-15 01/2009.

Kamis, 08 Januari 2009

Perjalan pagi untuk para pejuangku diPalestina

Lalu lalang pengendara sepeda motor dan mobil melewati bundaran Tugu Muda Semarang, seolah mereka disibukkan oleh aktifitas pagi itu. Dengan susana mendung menyelimuti aktifitas masyarakat semarang tidak menghentikan langkah saya dengan teman-teman untuk melakukan seruan aksi bersama dalam bentuk galang dana. Sudah tiga hari ini saya lakukan dengan berbagai prediksi dan hitungan yang matang, selama tiga hari itu juga kami dengan melewati kepulan asap kendaraan lalu-lalang dan hiruk pikuk aktifitas tidak mengurangi sedikitpun semangat untuk melakukan aksi serentak di beberapa titik kota Semarang.
Mulai berangkat bersama dari sekretariat bersama di jalan lemah gempal IV/ No. 25 A Bulu Stalan Semarang, kami menyusuri jalan langkah demi langkah sambil berbincang mengenai konstelasi politik internasional di belahan dunia. Dengan bersemangat dan dihiasi tawa riuh dari kawan-kawan saya melihat inilah bukti nyata keinginan kami untuk meringankan beban penderitaan warga palestina di wilayah jalur gaza hingga saat ini masih dibombardir/ diberondong mortir dan rudal oleh zionis israel.
Setibanya kami didekat jalan raya sekitar satu setengah kilometer setelah menyusuri jalan kami mulai sigap dan saya melakukan orasi sebagai bentuk sambutan kepada seluruh pengguna jalan di Jl. MGR. Sugiyopranoto. Sesampainya di bundaran tugu muda semarang kami briving bersama dengan tim untuk berdoa sebelum masing masing personil menuju titik tertentu di masing masing pos.
Selesai itu dengan semangat para personel bernyanyi dengan yel-yel lagu hyimne dan mars kebesaran kami menjadi bekal untuk terjun menggalang dana. Ingat jangan lupa salam, senyum dan sapa ya, begitu kiranya saya berpesan kepada teman-teman. ” selamat pagi bagi para pengguna jalan di sekitar bundaran tugu muda dengan tidak mengurangi hormat saya sampaikan kepada semuanya, kami mengajak kepda sekalian pengguna jalan untuk terlibat aktif memberikan banntuan seikhlasnya dalam bentuk apapun” dan insyaallah akan kami salurkan semua yang bapak ibu amanahkan kepada kami sesuai apa yang diamanahkan. Itulah sediki penggalan lontaran kalimat ajakan saya berikan secara Cuma-Cuma kepada pengguna jalan dipagi itu.
Seraya menyuguhkan salam dan sapa sekaligus senyum kami menyusuri kendaraan yang melewati disekitarnya. Seketika lampu merah menyala sesegera mungkin kita menyodorkan kardus satu persatu kepada para pengguna kendaraan. Sekitar jam setengah dua belas siang kami istirahat ditaman dekat lampu merah, kitapun tetap melakukan orasi sekaligus bernyanyi lagu perjuangan untuk mengajak para pengguna jalan supaya tetap terlibat aktif untuk memberikan sumbangsih untuk meringankan beban saudara kita di Palestina.
Seolah lapar, haus dan dahaga terus membayangi dibenak teman-teman kami tetap semangat karena aksi kali ini diwarnai dengan puasa bersama. Berpapasan 10 Muharram 1430 H adalah sebagai peringatan karbala dan bulan mulia bagi pejuang, kitapun merasakan ada yang lebih dan lebih dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kenapa bisa ya..? ada yang bertanya dari teman kami, tapi itulah kenyataan yang saya alami bersama teman-teman di tengah siang hari yang menyelimuti aksi kami. Apakah ini kemuliaan yang terpancar dan hadir menyelimuti kami? Dan begitu adanya kami tetap semangat untuk melakukan aksi galang dana.
Detik, menit dan jam berlalu, selesailah aksi kami siang itu ketika waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB. Sembari bergegas bersama untuk kumpul dan briving kami bersama penjual koran bergurau dan bercanda. Tak terasa begitu cepat aktifitas itu dan begitu selesai saya bersama teman-teman menuju markas besar, dengan melangkahkan kaki diantara salah satu teman kami masih tetap semangat menyanyikan lagu perjuangan dan ternyata sampai selesai menyusuri jalan kami masih semangat.
Barokah luar biasa siang itu saya rasakan dengan teman-teman. Begitulah kiranya sekilas aktifitas penggalangan dana yang kami lakukan bersama, sembari beristirahat menuju kebersamaan kami bergegas mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat dhuhur.
Cahayamu bertaburan
Keteraturan dan kepastian kuayunkan
Begitulah adanya yang tersusun
Dalam pentas keduniaan

Semangat bercucuran
Fatamorgana teralienasi
Pilar-pilar keadilan menopang
Kebersamaan sebagai ruh juangku
Tak terbendung dan tak terbatas
Itulah kiranya bait tertulis
Sebgai kiasan perjalanan siang
Ya Allah berikanlah kekuatan pada kami untuk tetap setia dan selalu menjalani aktifitas di keridhaanmu....
Semarang, 07012009.

Selasa, 06 Januari 2009

Stop ! Akhiri segera Tragedi Kemanusiaan Di Palestina

Peristiwa memilukan dan pelanggaran kemanusiaan kembali terjadi di Palestina, selama 10 hari terakhir ini, lebih dari 400 warga tewas dan ribuan yang luka–luka akibat serangan pasukan angkatan bersenjata Israel di jalur Gaza.
Israel berdalih hal tersebut merupakan aksi pembalasan merespon kiriman–kiriman roket dari kelompok Hamas. Kemudian Israel dengan lantang menyatakan ini adalah perjuangan dan perang mati–matian. Namun sesungguhnya aksi Israel tak pantas di sebut Perang melainkan pembantaian dan tragedi kemanusiaan atas kepentingan politis negara.
Serangan–serangan yang dilancarkan Israel di tujukan pada kawasan pemukiman yang padat penduduk, Tak pelak tempat–tempat umum, dan fasilitas-fasilitas umum pun di luluh-lantakkan, korban sipil termasuk anak–anak dan wanita berjatuhan. Gedung-gedung sekolah, pasar, pusat – pusat kebudayaan dan kesenian pun hancur. Sebuah respon yang sangat berlebihan dan tidak proporsional atas kiriman roket kelompok Hamas.
Sekali lagi pelanggaran kemanusiaan telah terjadi, pihak yang mengatasnamakan perdamaian dunia dan pihak-pihak yang memiliki pengaruh meredamnya malah berdiam diri. Layakkah mereka menjadi contoh? Akankah kita diam diri membiarkan semua itu terus terjadi? Bukankah perdamaian tetap lebih baik, daripada perang yang paling adil sekalipun
Pendudukan wilayah tepi barat, termasuk jerusalem timur oleh israel adalah salah satu bentuk ketidakadilan. Jika semua itu terus berlanjut, perdamaian tidak akan pernah terwujud ditimur tengah, dan didunia secara umumnya.
Sekali pelanggaran tetap pelanggaran, tragedi kemanusiaan atas genjatan senjata harus diakhiri segera, ungkapan mengutuk dan mengecam aksi israel atas nama perdamaiandan keamanan adalah bentuk kebencian akan arogansi kebiadaban atas nama perang untuk keadilan.
Banyak nyawa melayang, tentu sulit menghitung berapa jumlah nyawa yang meninggalkan raga. Semua korban keangkara-murkaan, ambisi duiawi yang telah menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan yang telah mengubah manusia menjadi tidak manusiawi layaknya hewan yang tidak mengeri aturan.
semarang beraksi, 05012009

Do'a untuk saudaraku di Palestina

Disaat hampir sebagian besar orang berjibaku dalam kesesatan malam pergantian tahun ini, mari kita membenamkan diri dalam kedalaman sujud sembari menghapus air mata dan mengobati luka anak-anak palestina dengan doa’. Ya allah ampunilah kami, tak kuasa hati ini melihat keadaan yang menyayat hati. Disaat letusan petasan jutaan kembang api, dari hamba-hambamu yang suka mengotori langitmu yang suci. Disaat yang sama kami menyaksikan senjata membombardir mortir-mortir kaum kufaro/ Israel merobek-robek tubuh saudara kami dipalestina yang tak berdosa, lindungilah dan beri kekuatan pada mereka yang tertindas dan terimalah arwah para syuhada. Hancurkanlah kecongkakan israel yang durjana.
Jadikanlah tahun baru ini untuk menjadi kebersamaan dihati dan relung jiwa kami sadar dan tergerak melangkah menjadi hari-hari lebih baik, jauhkanlah kami dari kesesatan jalan dan langkah kami. Berikanlah jalan yang lurus dan engkau ridhai. Atas segala rahmat, hidayahmu kami memohon petunjuk menuju kebenaran.

Kamis, 01 Januari 2009

2009 Menghalau Permasalahan Bangsa (Refleksi dan Dilema 2008, Perihal Membaca 2009)

Perhelatan panjang tahun 2008 kini telah berakhir. Banyak permasalahan pelik bangsa baik berupa kemiskinan, pengangguran, kelaparan dan lainnya. Demikian juga krisis politik mungkin dikatakan telah menjadi bagian dari itu semua. Istilah merdeka yang dirayakan tiap bulan Agustus dengan diperingati secara Akbar hanya sebagai lipstik dan itupun dirasakan oleh segelintir orang.
31 Desember 2008 itu adalah tanggal terakhir di tahun ini, yang memikul banyak tanggungan, masyarakat seolah lupa atas semua. Realitas ini bukanlah ilusi namun adalah fakta. Bisa kita lihat mulai malam ini ketika detik terakhir menjelang pukul 24.00. dengan pesta-pora seluruh masyarakat baik dari berbagai kalangan tumpah ruah untuk merayakan tahun baru. Inikah bangsa indonesia, sebagai bangsa yang selalu lupa akan penderitaan panjang dan tersistem. Seolah ritualitas akhir tahun ini mencairkan kebekuan politis sosial, tanpa terkendali beragam cara dilampiaskan untuk mengucapkan selamat datang tahun baru, selamat tinggal 2008.
Sejanak kita berfikir apakah ini sudah menjadi kebiasaan yang membudaya dan mengakar di seantero masyarakat negeri ini. Bukankah bangsa ini bangsa yang bijak, dimana para masyarakat merasa tidak nyaman dengan berbagai kebijakan pemerintah. Baik itu masalah, pendidikan, politik, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan, hukum dll. Namun disisi lain menghadirkan kontras, orang percaya pada ramalan nasib, orang berlomba mengadu pada lotre kehidupan. Haruskah diakhir tahun ini terulang di tahun 2009 mendatang?, inilah liku bangsa yang tak tentu arahnya.
2009 seolah harapan baru yang menghipnotis seluruh lapisan masyarakat, inipun bersanding dengan tahun baru 1430 hijriyah. Apakah ini hadir hanya diharapkan dan dipercayai sebagai keberuntungan, atau sebaliknya akan hadir ketergantungan besar bagi seluruh masyarakat akibat paceklik ketidak pastian pemerintah menentukan kebijakan untuk menghalau kemiskinan dan krisis multidimensi yang merebak bak jamur hadir dimusim hujan. Harusnya ini menjadi introspeksi bersama akibat ketidak jelian kita melihat realitas dengan berbagai aspek strategis.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menggunakan slogan Jas Merah-Sukarno (jangan sekali-kali melupakan sejarah). Itu akankah menjadi bagian besar identitas kebangsaan yang hadir karena uforia masa lalu tanpa kita tanamkan pada setiap diri kita. Demikian besar permasalahan yang tidak bisa diselesaikan pada tahun 2008 ini dan membumbung tinggi kebijakan politis atas nama untuk rakyat, ini kalau tidak diantisipasi segera maka akan menjadi bumerang besar di tahun 2009. kalau saya istilahkan tsunami politik akan menghantui dan melanda ditahun 2009 mendatang. Krisis melanda pada berbagai sektor termasuk akibat politisasi diberbagai kebijakan untuk penanganan masalah. Outlook politic 2009, itulah istilah yang saya kemukakan dan menjadi pembacaan bersama atas kondisi bangsa yang tidak pernah lepas dari permasalahan kemiskinan yang pelik.
Apakah kita akan optimis diakhir tahun ini atau sebaliknya pesimis menghadapi 2009? Tentunya ada dua karakteristik untuk bisa menjawabnya. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dimana dari pencandraan geopolitik dibutuhkan sosok pemimpin kedepan yang mempunyai optimisme akan perubahan akbar diantaranya mempunyai integritas, keberanian mengambil resiko, berkarakter tegas memihak rakyat kecil dengan kacamata keadilan dan tidak memihak pada antek-antek asing, mempunyai harapan dan visi kepemimpinan yang jelas. Seberapapun hebatnya pemilu 2009 di gulirkan kalaupun tidak bersih dan tidak bisa membawa perubahan maka akan hanya menjadi beban yang terulang ditahun-tahun sebelumnya.
Tahun 2009 adalah harapan besar untuk menyongsong optimisme perubahan. Dari pembacaan politik kebangsaan harusnya kita sadar dan mengerti akan keterpurukan yang terulang ditahun 2008. meng-amputasi kemiskinan (menghalau) adalah cara terbaik dan harus dilakukan dengan berbagai cara yaitu membuat kebijakan strategis memihak kaum mustadhafien. Kedepan bangsa ini harus mempersiapkan estafet kepemimpinan politik yang lebih matang. Semua perlu disiapkan mulai sekarang guna menyambung lidah masyarakat. Bukan sebatas janji tapi adalah bukti. Trush and change is answer.
Lemah gempal, 13.00 sonten.31 Desember 2008.

UU BHP Melanggengkan Komersialisasi dan Kapitalisme Pendidikan

Disahkannya RUU BHP menjadi UU BHP disikapi oleh mahasiswa dengan melakukan aksi. Penolakan dari berbagai kalangan melihat UUBHP menjadi alat justifikasi lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi melegalkan untuk meraup dana dari para peserta didik (mahasiswa) setinggi-tingginya.
Meski dari DPR memberikan garansi bahwa UU BHP tidak akan menyebabkan biaya studi di perguruan tinggi semakin mahal, inipun tampaknya belum bisa diterima bahkan dirasionalkan.
Menuai protes itulah keterwakilan dari banyak kalangan karena melihat dari sisi pembiayaan mencerminkan bahwa otonomi kampus semakin terbuka lebar. Arah kedepan bisa menjadikan legalnya bentuk dari komersialisasi kelembagaan pendidikan.
Dengan ini pemerintah secara tidak langsung angkat tangan dari tanggungjawabnya di bidang pendidikan. Bisa dilihat bagaimana tidak perguruan tinggi dengan berbagai persolan akademik membuat jurus strategis dengan dalih biaya operasional mereka bisa menggunakan legal kebijakan untuk menarik biaya studi.
Jauh dari semua itu baik berawal dari kesadaran bersama kita bisa melihat bahwa pendidikan mulai mengarah pada bentuk komoditas bisnis. Walaupun bisa dikatakan biaya khusus dan ” reguler” lebih mahal. Inilah realitas pendidikan kita yang semakin lama dijadikan ajang untuk meraup keuntungan oleh pihak-pihak tertentu.
Anak kalangan orang miskin pun kian semakin tersisihkan dan sulit melanjutkan jenjang pendidikan. Legitimasi percepatan pembiayaan semakin tak terbendung. Kampus bisa jadi menjadi ajang bisnis, dengan membangun sarana dan prasarana dengan menaikkan biaya dengan dalih ”untuk memperbaiki fasilitas guna mendukung proses pembelajaran”.
Uang adalah segalanya. Orang miskin dilarang sekolah itu menjadi kenyataan. Anak orang kurang mampu / miskin kian terpuruk dan tersisihkan akibat finansial, karena pendidikan bermutu menjadi saingan dan menyisihkan orang-orang yang tak mampu membayar biaya tinggi.
Pemerintah membuka lebar investor (pengusaha) memiliki BHP di dalam negeri dengan bekerjasama denganlembaga pendidikan. Kalangan mahasiswa dari rakyat kecil tidak terakomodasi dalam ruang lingkup pendidikan elite. Banyak yang tidak mendapat fasilitas dikarenakan tidak mampu membayar biaya.
Inilah salah satu kekejaman berdasar dari pendidikan kita. Pendidikan bukankan menjadikan manusia lebih manusiawi? Tapi disini lain, bukannya menjadikan pendidikan sebagai produksi manusia mengubah realitas sosial menjadi lebih berkeadilan, tapi menjadi alat reproduksi untuk menghasilkan budak-budak yang endingnya melanggengkan struktur ketimpangan sosial.
Kapitalisme tetaplah kapitalisme yang mengeruk keuntungan untuk kelompok tertentu. Hasil pendidikan menjadi ajang perdagangan layaknya budak kapitalisme sebagai idologinya yang bermain mengelola pendidikan dan lembaganya sebagai ajang bisnis oriented.
Kita tahu pendidikan adalah untuk menjadikan manusia menjadi bebas dan merdeka tidak terintervensi kepentingan tertentu. Dimana kecerdasan bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal sekat. Harusnya pemerintah bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa harus mengeluarkan UU BHP. Privatisasi akan mmenjadi hal yang mungkin dan komsersialisasi adalah efeknya pendidikan pun jadi korbannya.
Alasan apapun dari pemerintah, BHP tetap menjadi permasalahan baru yang krusial bagi masa depan bangsa khususnya lembaga pendidikan. Virus kapitalis tanpa difilter akan terus menggerogoti dan merasuk dalam fikir calon pemimpin dan kader bangsa. Nalar kapitalis itulah yang menang, pendidikan layaknya perusahaan dan bisa seenaknya dan tanpa batas meraup keuntungan.
Jangan sampai ini menjadi tambahan masalah baru yang menjadikan berjibun masalah tanpa solusi, sarjana-sarjana menganggur semakin banyak, karena harus bertarung dengan biaya dan modal. Layakkah ini menjadi tradisi buruk yang terulang tanpa memikirkan perubahan menuju keadilan.sadarkah kita untuk berfikir.