SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Rabu, 02 Februari 2011

Posisi Makin Tersudut, Presiden Mubarak Meletakkan Jabatan


Gelombang massa yang lebih dikenal “People Power” di Mesir berhasil mendongkel rezim Hosni Mubarak dari tapuk pimpinan yang sudah digenggamnya selama 30 tahun. Demikian gencarnya warga masyarakat disana menyuarakan harapan baru, karena selama aksi yang menelan lebih dari 100 nyawa warganya melayang (mati). Sehingga kekuatan massa yang ada memberikan bukti nyata.
Mubarak tak secara tegas menyatakan mundur. Mubarak yang berkuasa sejak 14 November 1981 hanya memastikan tak akan pernah mencalonkan diri lagi pada pemilu mendatang. Namun Presiden kelahiran 4 Mei 1928 di Kafr El-Meselha, itu menegaskan akan tetap berkantor di Istana Presiden untuk mengawal proses transisi. Mubarak tak punya pilihan, apalagi gelombang unjuk rasa yang menuntut dirinya segera lengser makin besar saja.
Posisi politik secara inetrnasional juga tersudut. Dia dihantam dari dalam dan luar. Terlebih, setelah Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama, terang-terangan memintanya tak lagi memaksakan diri menjadi orang nomor satu di negeri Firaun. Padahal selama ini AS dikenal sebagai mitra utama pemerintahannya.
Mungkin ini menjadi pilihan terbaik Mubarak untuk mengakhiri kepemimpinan, karena gelombang People Power yang terus menggelora hingga hari ini. Padahal baru saja strategi politiknya diluncurkan dengan merombak kabinet, bahkan dalam satu statemennya mengatakan: "Dengan setulus hati, tanpa pengaruh dari situasi sekarang, saya memang tidak pernah berniat mencalonkan diri kembali untuk menjadi presiden."
Kebijakan yang diambil untuk mengakhiri tampuk pimpinan kekuasaan selama 30 tahun menjadi kebanggaan tersendiri buat rakyat Mesir. Saya melihat ini akan menjadi sejarah penting dari konstelasi politik di timur tengah. Terlepas dari suara yang bergulir dari media-media saya sendiri melihat dari awal kekuasaan dengan bentuk yang hampir sama dengan kepemimpinan suharto di Indonesia, sehingga dipastikan akan ada gelora massa yang mampu menyodok penguasa agar segera mundur.
Semua adalah jerih semangat rakyat mesir, terlepas dari kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Kalau dianalisa dari “Revolusi Melati” telah memberikan warna tersendiri akan kekuatan konsolidasi yang bersumbu pada keberanian untuk turun kejalan.
Keputusan Mubarak disambut suka cita puluhan ribu demonstran yang sepanjang hari ini dan beberapa hari terakhir menyemuti Tahrir Square di pusat Kota Kairo. Demikian pula warga Mesir pada umumnya. Mereka menyebut ini adalah kemenangan rakyat.
Pengumuman Hosni Mubarak dengan harapan pengunduran dirinya merupakan pilihan terbaik demi rakyat Mesir, untuk rakyat mesir dan demi kemuliaan rakyat Mesir. Suka cita kerumunan rakyat mesir dengan senangnya telah memberi arti tersendiri, semoga ada yang terbaik dari pilihan politik atas pertimbangan masa depan mesir. Pengorbanan rakyat mesir akan dapat terbayar dengan mundurnya Mubarak sesegera mungkin. Lalu kemanakah keberpihakan oposisi di tengah gejolak krisis Mesir sebagai bagian dari konstelasi internasional?
Harapan besar kini akan bisa terwujud lambat laun, kebaikan apalagi yang akan berpihak? Yang perlu adalah kedewasaan dari semua yang saat ini bersiap untuk menggantikan kekuasaan setelah Mubarak. Revolusi kini telah terbukti dan apakah akan tersandra oleh kepentingan kelompok-kelompok? Jelasnya jangan sampai ada perompak dan pembajak dari kapal revolusi yang dimulai dari turun kejalan.

Tidak ada komentar: