SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Sabtu, 13 November 2010

STUDI KRITIS GERAKAN LINGKUNGAN UNTUK KERAKYATAN

Indonesia merupakan Negara yang melimpah sumberdaya alamnya mulai dari keanekaragaman hayati hingga keunikan alam lain pun tidak dimungkiri menjadi daya tarik tersendiri. Semua menjadi hamparan keajaiban yang kini mungkin telah mengalami perubahan yang luar biasa. Semua juga tidak lepas dari ulah tangan manusia yang ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya dari alam lingkungan ini.
Bencana tanah longsor, banjir, hingga perubahan iklim yang terjadi merupakan dampak yang ditimbulkan karena berlebihannya manusia mengeksploitasinya hingga dalam titik tertentu alam ini memberi isyarat. Banyak bukti, mungkin dari lingkungan sekitar saya, kini para petani tidak lagi bisa menanam tanaman disawah sesuai dengan perhitungan musim, karena disaat kemarau menanam tanaman palawija (red; jagung,kacang, kedelai, semangka, melon dll) dihadapkan dengan tidak pastinya iklim yang berwujud hujan tiba-tiba yang terlalu sering. Ini jelas mengakibatkan gagal panen dan efek lain adalah kelangkaan atau susahnya produktifitas pertanian untuk memetik hasil, sehingga roda perekonomian masyarakat desa tersekat oleh pemasukan dari hasil panen yang berkurang bahkan tidak ada hasil hingga merugi.
Realitas kehidupan dan isi alam yang kini telah dikeruk tanpa mempertimbangkan efek jangka panjangnya sekarang sudah terasa dan jelas ini menjadi perhatian oleh semua kalangan. Jauh bila kita uraikan apa yang sebenarnya telah terjadi dan bagaimana untuk bisa mengatasi krisis ekologi akibat eksploitasi secara besar-besaran hingga salah urus. Entah mulai dari mana untuk bisa, minimal mengurangi aktifitas pembalakan liar atau sikap tindakan lain yang jelas-jelas mempunyai efek berbahaya untuk keteraturan perputaran isi bumi.

Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup sendiri merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Alam lingkungan juga menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia begitupun sebaliknya kehidupan manusia sangat tergantung pada tersediannya sumberdaya alam yang memadai dalam lingkungan hidup.
Ketergantungan manusia pada alam menjadikan mereka kecanduan untuk mendapatkan segalanya sehingga eksploitasi menjadi kata kunci untuk mengurai problem ekologi. Persoalan lingkungan hidup kini mulai menjadi topik yang mendunia. Ketika manusia mulai tersentak bahwa bumi sudah tidak ramah lagi dan mulai dirasakan dampaknya yang semakin meluas akibat berbagai aktivitas manusia itu sendiri yang dengan teknologinya cenderung eksploitatif dan membangun industri kotor sehingga membuat alam tidak mampu lagi memperbaiki dirinya sendiri secara alami. Dan sekarang persoalan lingkungan hidup lebih kompleks lagi.
Berbagai masalah lingkungan hidup oleh masyarakat dunia coba untuk ditanggulangi melalui pertemuan internasional. Wold summit yang diadakan diindonesia bertempat di bali tidak menghasilkan kesepakatan yang signifikan, bahkan hanya menjadi transaksi politik untuk mendesain kebijakan yang kadang itu dinilai tidak adil. Di belahan dunia antara negara berkembang dan negara maju mempunyai banyak perbedaan, disisi lain masyarakat barat yang mempunyai alat-alat produksi dan melakukan aktifitas perindustrian sehingga menyumbang emisi carbon tidak mau menguranginya diantaranya dieropa, amerika dan china.
Akibat dari bekerjanya sistem ekonomi neoliberal yang telah memperalat negara melalui para pemilik modal yang didukung oleh lembaga-lembaga keuangan internasional telah menambah panjang deretan masalah. Akumulasi dari korporasi negara adikuasa beserta sekutunya membuat kebijakan dengan dalih lingkungan sebenarnya secara eksplisit telah menjadikan bumi ini menjadi komoditas untuk mengeksploitasi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan ruang-ruang lain yang menurut mereka bisa “dikibuli (red ; ditipu untuk diiming-imingi).
Kerusakan lingkungan sudah menjadi hal yang pasti, penindasan dan penghisapan akan terus dilakukan hingga kata kesepakatan berwujud kebijakan yang menguntungkan mereka. Bisa dikatakan efeknya masyarakat lokal terpinggirkan oleh kesewenang-wenangan pemerintah yang sekokongkol memenangkan kebijakan “yang menguntungkan dan basah”. Penggusuran adalah realitas lain yang cenderung tidak mempertimbangkan masyarakat lokal, keamanan dan keselamatan hidup rakyat tidak lagi dipikirkan.
Politik bengis negara melahirkan kebijakan-kebijakan swastanisasi perusahaan negara, penerimaan investor secara berlebihan dan yang lebih berbahaya ekonomi negara berorientasi pada pasar dunia. Secara tidak langsung ini jelas berbahaya dan sudah banyak bukti dilapangan yang berserakan bahwa akibat korporasi negara yang tunduk kepada asing telah menambah banyak kerusakan lingkungan.
Saat ini sampai akhir tahun 2010 pemerintah menargetkan akan membentuk holding (induk) BUMN Perkebunan, rainy seluruh PTPN (I-XIV) dan PT Rajawali Nusantara (RNI) akan disatukan di bawah satu managemen.




Gerakan Lingkungan
Masyarakat secara umum merupakan kekuatan yang menjadi sumbu gerakan dan basis perubahan nyata. Pengalaman menarik bisa penulis uraikan, diantaranya mengurai gerakan social baru. Praktek dinamis kerja kreatif di gerakan organisasi rakyat, setidaknya ada beberapa problem pokok menjadi penyebabnya kenapa gerakan (organisasi tani, nelayan, buruh, perempuan, rakyat miskin kota dll) harus menggulirkan aksi massa.
Problem ekologi akibat kebijakan politik neoliberal telah menjadi bukti bahwa keberpihakan pemerintah lebih dominan memenangkan para investor dan swasta dalam pengelolaan lingkungan atas nama eksplorasi. Pada realitas nyata bukan hanya eksplorasi tapi cenderung eksploitatif. Bencana Ekologis adalah bencana yang diakibatkan gagalnya model pembangunan eksploitatif-destruktif yang diterapkan negara, yang mengakibatkan hancurnya tatatanan ekologis, sosial dan budaya serta sumber-sumber kehidupan rakyat. Akibat dari itu jelas efeknya terasa dan itu harus ada bentuk solusi-solusi, entah itu berupa gagasan maupun aksi praksis nyata.
Pokok dari gerakan lingkungan diantaranya perlu dilakukan satu pembenahan menyeluruh kerangka pengurusan global, regional dan nasional demi menjamin keselamatan warga, produktivitasnya, sekaligus kemampuan merawat jasa layanan alam. Aspek ini harusnya disadari dan difahami oleh semua elemen masyarakat, sehingga gerakan lingkungan bukan sesuatu yang sulit untuk menjaga dan menyelamatkan alam ini.
Disisi lain konskwensi gerakan banyak terjadi fragmentasi diakibatkan kekuatan politik dibajak oleh kepentingan tertentu, sehingga acapkali saling menegasikan diantara gerakan rakyat. Sudah lazim kita saksikan bentuk nyata fragmentasi gerakan dilapangan dalam menyikapi momen-momen tertentu, sehingga ini menjadi sesuatu yang perlu untuk dikonsolidasikan lebih massif, kalaupun ada harus dengan strategi berbeda dan kita harus bisa mengambil pelajaran dari kejadian semua.
Beberapa persoalan lain diantaranya, penguasaan territorial yang lemah, rendahnya semangat kerja dalam front persatuan, akses infoemasi pengetahuan yang terbatas dan lemahnya strategi untuk membingkai gerakan yang lebih massif. Dari beberapa persoalan tersebut sebagai bentuk tanggungjawab social kita semua sebagai bagisn dari gerakan harus ada rumusan yang mampu mengurai rentetan problem yang terus berkelindan di episentrum gerakan.

Resolusi Sederhana
Sebagai manusia biasa kita pun ingin sedikit berperan dan kita juga menyadari bahwa masalah lingkungan adalah masalah bersama. Banyak cara yang ada dipikiran untuk mengurai benang kusut masalah lingkungan hidup. Mau atau tidak kita tidak hidup sendiri suatu saat kita juga ingin mewarisi anak cucu kita dengan sesuatu yang baik, termasuk lingkungan. Semua dimulai dari diri sendiri (ibdak binnafsi) dan kemudian mengajak pada lingkungan sekitar kita.
Secara sederhana kita bisa melakukan banyak cara untuk menyelamatkan alam ini, bahkan dengan cara ekstrim sekalipun. Gerakan lingkungan bisa terwujud diantaranya dengan, membahasakan platform, kata kunci dari itu adalah “perubahan iklim mengacu pada perubahan apapun pada iklim dalam satu kurun waktu, baik karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia”.
Sebelumnya, iklimlah yang mengubah manusia. Sekarang, kita sedang mengubah iklim, dan kita mengubahnya terlalu cepat. Sadar atau tidak premis itu sudah berlaku, perubahan iklim yang kita alami sekarang diakibatkan oleh ketergantungan umat manusia yang sangat besar akan bahan bakar, khususnya bahan bakar berbasis karbon, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Bahan bakar ini menghasilkan emisi gas rumah kaca
Fakta kerusakan lingkungan dilapangan diantaranya adalah, luas hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta Ha menjadi 109 juta Ha. Hingga tahun 2008, WALHI mencatat 77 juta Ha dari 109 juta hektar hutan tropis Indonesia telah hilang, sehingga hutan tersebut tinggal 32 juta hektar. Untuk lahan sawit hingga 2008, total lahan yang dikonversi untuk perkebunan sawit telah mencapai 7,8 juta hektar, dan konflik kebun sawit yang terjadi mencapai 576 konflik. 57 % produksi minyak sawit mentah dijual ke keluar negeri, terutama ke Eropa. Kebutuhan dalam negeri, yang hanya 3 juta liter minyak sawit mentah pun tak mampu dijamin pemenuhannya.
Ancaman lain yang terjadi terbatasnya pasokan air dari rusaknya DAS. Dari 470 DAS di seluruh Indonesia, 64 DAS berada dalam kondisi sangat kritis dan rusak berat. Apalagi di pesisir, total luas wilayah perairan pesisir Indonesia yang berkisar 5,7 Juta KM2, hanya 1,8 juta KM2 atau 30% yang kondisinya masih baik. Sisanya, seluas 3,9 juta KM2, sekitar 70% rusak ringan hingga rusak berat.
Diantara yang bisa segera dilakukan untuk menguraikan saling sengkarut masalah alam lingkungan dengan mengubah paradigm berfikir masyarakat, bahwa persoalan lingkungan adalah tugas kita semua untuk menyelamatkan dan jangan pernah sekali-kali menangani lingkungan hanya dikaitkan untuk sector ekonomi bahkan dijadikan komoditas politik yang ujung-ujungnya duit. Cara selanjutnya memanfaatkan alam dengan tetap mempertahankan daya dukungn kawasan dan tidak melanggar ekosistem. Sebagai contoh pengelolaan terhadap daerah tangkapan air akan mempengaruhi habitat aliran sungai, estuari, perikanan dan terumbu karang
Komponen lain yang lebih penting, sudah saatnya pemerintah dapat memfasilitasi masyarakat social budaya yang partisipasi dengan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi, dengan memperhatikan keragaman. Kemudian, memberikan ruang bagi tumbuhnya hukum lokal yang sesuai dengan karateristik daerah, Mendorong terselesaikannya masalah akses terbuka atas sumber daya alam (SDA) melalui kepastian hak atas SDA.
Tidak dibatasinya wilayah administrasi dan mendorong adanya kerjasama antar daerah. Tidak dibatasinya kawasan satu jenis ekosistem (kawasan konservasi), sekaligus sebagai dasar kebijakan untuk melakukan konservasi di luar kawasan konservasi. Ada ketergantungan wilayah darat dan laut yang dapat mengeliminir dikotomi darat dan laut. Hak individu atau hak komunitas dalam satu wilayah bioregion. Hak individu atau hak komunitas dalam satu wilayah bioregion dapat berbeda berdasarkan kesepakatankesepakatan komunal/lokal.
Kongklusi yang paling efektif adalah melibatkan semua organisasi yang focus ke alam dan memberikan ruang yang lebih luas, sekaligus mengadakan pendampingan pada masyarakat sekitar daerah yang benar-benar butuh itu semua. Gandhi pernah mengatakan “bumi bisa mencukupi kebutuhan setiap orang (semua orang di muka bumi) tapi tak bisa mencukupi orang-orang (sebagian orang) yang rakus”. Jadi untuk menyelesaikan semua problem lingkungan semua ada pada persepsi dan sikap dari manusia yang peduli pada perbaikan untuk menyelamatkan alam raya ini.

Tidak ada komentar: