SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Senin, 28 Maret 2011

Religiusitas, Tindakan dan Wujud Kearifan

Kehidupan yang berlangsung ditengah hegemoni arus kepentingan keduniaan sering kali difahami banyak orang sebagai bentuk usaha menemukan kebahagiaan. Bagi sebagian manusia mungkin hanya mereka yang mengusahakannya dengan bertemu pada nasib yang beralih pada takdir, padahal kebahagiaan hadir dengan usaha yang telah dipikirkan melahirkan ide menjadi realita. Begitu pula perjalanan sejarah manusia tentang keyakinan telah melahirkan ideology yang mempengaruhi diri dalam beragama.

Religiusitas merupakan tindakan agamiwiah yang bisa diartikan sebagai ritual, formalisasi beragama dan dipraktekkan oleh pemeluk agama sendiri. Berpuasa misalnya, yang dilakukan dengan aturan atau berdoa untuk mendekatkan diri pada yang memberi kehidupan. Bisa kita lihat beragamnya masyarakat disekeliling kita melakukan bentuk tradisi atau bentuk kreasi atas keyakinan yang dilakukan dengan bertindak untuk menjawab apa yang dipersepsikan.

Keberlangsungan jalan diri dalam membangun komitmen merupakan konskwensi dari apa yang kita kadang paksakan menjadi tindakan yang menggulirkan semangat dalam beragama, bahkan yang paling dalam memahaminya membuat keyakinan yang berefek pada sikap. Tidak perduli berapa lama kita hidup tetapi yang perlu kita pedulikan adalah berapa dan bagaimana makna hidup kita sesungguhnya?. Pertanyaan dan keyakinan yang tersublimasi dalam pikiran sehingga mempengaruhi tindakan tersebut mampu membangun konsepsi yang akan diaksentuasikan dalam ranah praktek beragama.

Realitas masyarakat kita dalam beragama kadang menimbulkan teka-teki dan pertanyaan yang mendasar bahwa keyakinan dalam setiap pemeluk agama membawa ritualitas beragama yang berbeda dan mungkin berdampak pada sikap bersosialisasi dalam masyarakat.

Manusia dan Agama
Manusia adalah makhluk social yang hidup ditengah masyarakat yang berbeda, ia sering diistilahkan sebagai hewan yang berakal. Dengan akal ia dapat menafsirkan setiap ide dan kadang dengan aspek tertentu manusia mengalahkan diri dengan dikendalikan oleh kepentingan nafsu syahwat dan inilah yang menjadikan masalah dalam tata kelola bermasyarakat.

Akhir-akhir ini telah banyak studi yang membahas dan mengkaji tentang manusia itu sendiri dan meneliti hasil dari kreatifitas akal manusia berupa teknologi. Semua yang telah dihasilkan merupakan bagian dari kontribusi pengetahuan sains yang dikembangkan oleh akal intelektual, tapi semua juga dipengaruhi oleh cita-cita setiap diri manusia dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

Banyak yang membincang tentang itu semua, dan mengaitkannya dengan realitas metaphysic yang tidak ada dalam kecanggihan teknologi. Dan itulah kebutuhan yang berdampak pada realitas alam dan sering disebut dengan spirit, dan dalam perilakunya dimaknai sebagai spiritualitas. Diatas bumi manusia terus menggelar karya dari akibat penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari dan alam sebagai obyeknya tapi dari kerakusan dan ketamakan manusia ia lupa bahwa alam adalah tempat hidupnya sehingga alampun mempunyai hokum sendiri tatkala ada yang disalahgunakan dalam pemanfaatannya, sehingga terjadi bencana alam.

Berbicara tentang dampak yang ditimbulkan akibat eksistensi manusia atas pemutlakkan kebendaan sehingga membuat alat yang kadang itu menjadi komoditas politis dan ekonomi, benda-benda itu bisa berupa alat perang dan senjata untuk mendapatkan kemenangan. Dampak lain dari eksploitasi yang dilakukan oleh sebagian manusia melahirkan tragedy, karena manusia melupakan sesungguhnya apa sebenarnya dari tujuan hidupnya. Inilah titik jenuh yang kemudian banyak orang mencari sesuatu yang hilang dan bisa dijadikan petunjuk untuk menjalani kehidupan supaya bisa lebih baik.

Dalam islam manusia diciptakan mempunyai tugas mulia, karena ia diberikan kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan allah lainnya, ia mempunyai indra, akal dan hati. Tiga elemen tersebut mempunyai keterkaitan dan masing-masing menjadi instrument keterwakilan fungsi yang strategis. Manusia manapun mengakui bahwa ia makhluk sempurna sehingga mau tidak mau pastinya alam ini akan dijadikan obyek untuk memfungsikan ciptaan yang kita punya berupa tubuh lengkap. Kemuliaanya manusia akan kelihatan tatkala ia benar bersandar dalam keagungannya yaitu Allah SWT.

Sebab hamparan ide dan hasil kreatifnya dalam realitas kehidupan juga mampu menjadikan manusia berfikir ulang atas sebanarnya apa tujuan dirinya diciptakan. Agama menjadi sesuatu yang luar biasa tatkala itu dijadikan sebagai spirit setiap idividu untuk mengajarkan diri untuk bisa bermanfaat. Dalam ranah lain agama mempunyai pengaruh kuat terhadap tabiat personal dan sosial manusia. Menurut Daradjat (1989), ada dua istilah yang dikenal dalam agama yaitu kesadaran beragama (religious conciousness) dan pengalaman beragama (religious experience).

Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam fikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.

Religiusitas sering dimaknai sebagai dimensi yang dikenal dengan keyakinan dan dipraktekkan dengan ritual dan bertendensi pada sikap baik atau juga bisa disebut akhlak. Sebagaimana kita ketahui bahwa keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula (QS 2: 208).

Dalam keberagamaan sikap diri yang diwujudkan dalam tindakan dan disandarkan pada prinsip pengabdian secara totalitas. Permasalahannya adalah mengapa sering terjadi orang yang pemahaman keberagamaannya bagus tapi perilakunya menyimpang. Sering kita dengar di berita banyak penyimpangan-penyimpagan terjadi dalam prakteknya, misal, anarkisme akibat meyakini atas ajaran agama secara radikal, atau dalam ranah lain ini bisa dikategorikan ada yang keliru dalam keberagamaannya.

Sangat kompleks sekali permasalahannya karena manusia adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini terjadi karena pengaruh lingkungan, media cetak atau elektronik yang merangsang manusia untuk mengumbar nafsu hewaninya.

Ditambah lagi ketahanan dirinya terhadap stress atau tuntutan dari dalam kurang. Apalagi ada kesempatan yang mempermudah seseorang melakukan penyimpangan-penyimpangan perilaku. Disinilah fungsi kontrol diri. Adalah benar bahwa setiap manusia mempunyai nafsu, tapi permasalahannya adalah apakah ia bisa mengontrol potensi buruknya itu atau tidak.

Ini bukan hal yang mudah tapi perlu latihan dan pembelajaran sejak dini sehingga sudah terpolakan dan mendarah daging dalam karakter dan pribadinya. Lagi-lagi peran keluarga terutama dalam menanamkan kedisiplinan yang moderat dan demokratis tentunya akan melahirkan sebuah kedisiplinan yang didasari oleh kesadaran bahwa itu memang penting dan bermanfaat bagi dirinya. Sehingga akhirnya menjadi sebuah keterampilan.

Keselarasan Alam
Manusia, tuhan dan alam merupakan tiga korelasi yang digambarkan oleh seyyed hossein nasr sebagai jembatan filosofis dan religious menuju puncak spiritual. Alam raya ini sebagai tempat kita hidup dan berkarya memulai segala sesuatu untuk menegaskan eksistensinya. Manusiapun begitu ketika hidup dan menggelar ide-idenya selalu ada yang baru. Sadar atau tidak ia telah bertindak untuk menemukan prakteknya dari hasil yang digulirkan, seperti apapun pastinya berdampak pada lingkungan sekitarnya.

Keselarasan alam menjadi indah untuk didengar, bukan saja seperti lantunan lagu yang mempesonakan diri dalam menggapai hakikat kehidupan namun manivestasi kehidupan yang mempunyai nila yang dalam. Hidup sesungguhnya adalah pengabdian untuk alam ini, tugas khalifah bukan sandaran kemudian kita bisa sesukanya. Karena segala yang kita lakukan akan membawa konskwensi ibarat dua sisi mata uang logam. Baik dan buruk, benar dan salah positif dan negative, kesemuanya ada dan diadakan.

Peter A. Facione, Donald Scherer & Thomas Attig dalam buku mereka “Values and Society” menerangkan secara panjang lebar bagaimana peranan nilai dalam kehidupan manusia, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Dikatakan oleh mereka bahwa setiap hari manusia selalu melakukan penilaian-penilaian, pertimbangan-pertimbangan, dan keputusan-keputusan. Diantara yang paling umum dan paling penting dalam kehidupan manusia adalah melakukan keputusan-keputusan tentang “tujuan-tujuan”, pertimbangan-pertimbangan tentang “cara-cara pencapaiannya” dan “terminal-terminal yang hendak dilaluinya”, serta penilaian-penilaian tentang “apa yang seharusnya dilakukan”. Dalam kegiatan itu nilai sangat berperan dalam mengarahkan tindakan-tindakan, serta membuka penglihatan kepada luas cakupan permasalahan yang dihadapinya.

Beragama bukan sekedar berorientasi pada pengejaran hal-hal yang maknawi, sementara pada sisi lain bahkan cenderung praktis-pragmatis-materialistis. Memang sangat berbeda antara orang yang menganut agama sekedar untuk kepantasan sosial, menjalankan upacara-upacara agama sekedar untuk kelegaan diri bahwa ia merasa sudah menjalankan perintah Tuhan, dengan orang yang beragama berdasarkan pemahaman dan kesadaran penuh, yang menjalankan upacara-upacara agama dengan penuh penghayatan sebagai upaya untuk terus menerus menyegarkan dan mengukuhkan kesadaran dan komitmennya pada Tuhan akan tugas-tugas hidupnya di muka bumi ini.

Rajin menjalankan ritus agama tidak serta-merta menjamin pemahaman dan kesungguhan komitmennya pada nilai-nilai dasar agamanya. Agama sendiri hadir sebagai penyelaras dan membawa ketenangan. Konstruksi ketenangan merupakan aksentuasi diri yang lebih mengerti dalam bertindak dan menimbang atas konskwensi tugas khalifatullah. Sederhananya dalam kehidupan ada korelasi yang mendasari bahwa sejatinya hidup adalah pengabdian dan semuanya ada disebabkan kita mengerti arah dan tujuannya.

Banyak lembaga atau organisasi yang dibentuk untuk mengatur dan memudahkan para pengikutnya untuk menselaraskan diri dengan alam. Ada yang melalui penghayatan, meditasi atau pada tindakan nyata untuk mencapainya. Agama sebagai akselerasi ketaatan aktif yang mampu mendekatkan diri pada tuhan, dan sebagai manusia mampu menjadi kahlifah dan abduh yang memakmurkan isi bumi. Karena manusia adalah hidup untuk menciptakan manfaat nyata.

Sebagai tugas mulia hidup menjadi teratur untuk selalu menciptakan perubahan pada diri, kebangkitan intelektual yang bersinergi pada spiritual dapat mencerahkan alam. Manusia tuhan dan alam telah menyatu dalam relitas nyata berwujud peran kemanusiaan yang sanggup menaburkan kearifan menuju kedamaian dunia.

*) Makalah ini merupakan tulisan dari syarat memenuhi tugas di Anvance Trainning

Tidak ada komentar: