SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Jumat, 01 Juli 2011

Setapak Untuk Himpunan; Mengurai Komunitas Kreatif

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hari ini telah memasuki usia ke-64 tahun. Kiprahnya di negeri ini telah menjadi bukti bahwa HMI terus berbenah peran gerakan dari generasi ke-generasi. Hingga tak terhitung sudah berapa kader terbaiknya turut mengisi peran, baik sebagai pakar politisi, pengusaha hingga akademisi.
Demikian banyaknya hingga hari ini HMI masih layak disebut organisasi kemahasiswaan yang tetap konsen di lahan garap perjuangannya.
Tentunya menjadi kebanggaan bagi kita sebagai kadernya, karena HMI sebagai organisasi besar, organisasi tertua di Indonesia, kaya dengan pengalaman, pelopor dan pencetak para intelektual, banyak anggota dan alumni yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Kemudian ini menjadi menarik untuk kita simak apakah hingga sekarang HMI masih tetap konsen mengkader dan menyiapkan para pejuang yang siap menjadi pelopor disetiap zamannya kelak seperti dahulu.
Karena bila kita tilik dari proses hingga sekarang himpunan ini banyak mengalami metamorfosa posisi kultural akibat tantangan, baik dari internal maupun eksternal. Semua pastinya berdampak pada peningkatan kuantitas hingga tradisi menuju kualitas sumber daya manusia (red-kader). Sehingga besarnya HMI, tuanya dan banyaknya alumni yang hebat menjadi kelemahan kader-kader sekarang.
Usia HMI yang ke-64 saat ini menjadi refleksi bersama bagaimana HMI sebagai organisasi yang mengedepankan jargon “intelectual movement”, dengan menghadirkan dirinya dan turut berkiprah dalam menginvestasikan kader-kadernya di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sambutan panglima besar Jenderal Soedirman dalam peringatan 1 tahun HMI berdiri pernah mengatakan “HMI hendaknya benar-benar HMI, jangan sampai suka menyendiri”, HMI yang benar bukan hanya Himpunan Mahasiswa Islam melainkan Haparan Masyarakat Indonesia.
Menurut apa yang diharapkan oleh Jenderal Soedirman bukan mengada-ada, yang disampaikan beliau menjadi inspirasi para pendiri dan kader waktu itu. Bahwa HMI harus tetap menjadi bagian sejarah perjuangan menuju harapan kemerdekaan indonesia seutuhnya. Analisa penulis, HMI berdiri memang sudah menjadi jalan untuk mencetak para intelektual progersif yang siap memimpin dizamannya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, kiprah HMI dalam perjuangan sangat aktif, melebihi organisasi mahasiswa yang lain. Dasar letak perjuangan panjang hingga ke 63 tahun sekarang patut kita koreksi bersama apakah himpunan ini tetap menjadi harapan atau malah menjadi mitos yang kabur tak tentu arahnya karena kebesaran jubah sejarah yang menyelimuti.

Bahkan pergulatan akibat tekanan represif rezim pemerintahan Orde Baru dan godaan kekuasaan menjadikan HMI pecah menjadi dua pada tahun 1986, yaitu HMI MPO yang tetap mempertahankan asas Islam sebagai azas organisasi dan HMI DIPO yang menerima asas pancasila. Sejarah panjang tersebut tak bisa dimungkiri dan menjadi dampak luar biasa untuk perkembangan peran HMI dalam pusaran sistem keindonesiaan hingga kini. Tapi bukan kemudian kita memperdebatkan bagaimana posisioning HMI dalam menghadapi tantangan berikutnya.
Melihat kini himpunan yang sudah mulai menua harusnya mampu kita deskripsikan lagi fungsi dan perannya dalam bingkai keindonesiaan sebagai iluminasi gerakan untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif tanpa terpancing tubuh HMI menjadi dua. Justru ini menjadi peluang bagi kader-kader HMI untuk bisa bersaing dalam berperan untuk membuktikan bahwa HMI harus tetap menjadi garda yang terdepan dalam mencetak kader-kadernya. Perjalanan yang terjal dan penuh liku biarlah berlalu dan saatnya kini kita memikirkan bagaimana agar ruh HMI dapat kembali dan mampu menjadi inspirasi perjuangan.
Perspektif Organisasi
Organisasi merupakan wujud dari symbol yang mempunyai tujuan besar, bila dikaitkan dengan gerakan  perjuangan ia mempunyai cara tersendiri dengan tata aturan. Biasanya bisa disebut dengan konstitusi, yang didalamanya terdapat aturan dan kesepakatan, selain itu organisasi juga mempunyai atribut, jargon dan masih banyak symbol lain yang menandakan adanya organisasi itu sendiri.
Semu kesepakatan yang bernama konstitusi itupun dirumuskan oleh anggotanya yang disebut dengan kader. Kader inilah yang mempunyai basic cara pandang, sikap dan tindakan yang berbeda sehingga pluralitas kemjemukan didalamnya jelas dan kentara. Termasuk himpunan mahasiswa islam (HMI) mencetak kader-kadernya dengan penafsiran konstitusi melalui bentuk pelatihan, aktifitas dan jaringan.
Di HMI dalam ranah kebijakan strategis berupaya menjelaskan bagaimana organisasi ada dan dapat difahamkan kepada kader sendiri dan masyarakat disekitarnya. Dalam pelaksanaan beraktualisasi untuk mengejawantahkan tujuan himpunan pun ada didalam konstitusi yang disebut khittah perjuangan.
Dalam perspektif lain, sebuah gerakan, yang mengimplementasikan suatu transformasi sosial, sebagaimana yang terjadi dan membentuk berbagai peradaban dan budaya, pada umumnya dicirikan oleh beberapa hal pokok. Pertama, adanya nilai-nilai dasar yang diyakini, yang secara ideologis, teologis, filosofis, bahkan gnostik memuat dimensi-dimensi Keilahian, kebenaran, keadilan, kebijakan, dan juga tujuan-tujuan jangka panjang.
Di sisi lain, tentu saja memuat kritik terhadap berbagai aspek kehidupan yang berkembang pada masanya. Kedua, adanya sejumlah orang-orang “terpilih” yang secara sadar menerapkan nilai-nilai tersebut, dan sekaligus berani mengambil resiko terhadap kemungkinan terjadinya berbagai benturan dengan praktek-praktek sosial yang sedang berlangsung. Ketiga, terjadinya proses transmisi nilai-nilai tersebut ke dalam spektrum sosial yang lebih luas, khususnya angkatan muda, yang kemudian berkembang sebagai kader-kader yang menjadi embriountuk menjadi bagian dari  masyarakat baru yang merupakan refleksi sosiologis nilai-nilai yang hadir dalam  perjuangannya.
Oleh karena itu, kualitas kader yang diharapkan HMI adalah terbentuknya karakteristik ideal yang ingin diwujudkan dalam pribadi manusia muslim yang kaffah. Karakteristik ideal tersebut secara keseluruhan diungkapkan oleh istilah Ulil Albab. HMI sendiri dalam arti lain merupakan miniatur kommunitas masyarakat yang mengusahakan perubahan yang tersistem dari diri (red-kader) untuk memahami nilai-nilai dalam perjuangan. Sehingga dalam konteks kekinian HMI harus mampu menjadi pelopor dalam kancah gerakan intelektual, khususnya dalam komunitas kemahasiswaan.
Ber-HMI bukan sekedar berrdialektika dalam konteks keindonesiaan, tapi kalau kita telisik dari aktifitasnya HMI menjadi kawah condrodimuko dalam membidangi perubahan diri bahkan melakukan pembaharuan strategis dalam cara perfikir para kadernya. Oleh karena itu, walaupun kadang dalam kondisi tertentu walau hanya sedikit dalam komunitasnya, kader-kader himpunan harus tetap bisa survive di lingkup komunitas masyarakat yang ada disekitarnya.
Sedikit tapi berkualitas adalah satu pilihan yang harus dikuatkan, karena dari sedikit itu perubahan dimulai kemudian meningkatkan tradisi kritis dan progresif. Sehingga gerakan yang lebih mengedepankan tradisi intelektual mampu menjadi tren sekaligus kekuatan yang mampu menjadi kelebihan tersendiri, tentunya HMI akan terus melakukan rejuvinasi untuk bisa terus tetap berkontribusi terhadap masyarakat luas. Dan menjadi minoritas kreatif merupakan cara tersendiri yang hadir untuk menguatkan tradisi himpunan.
Semoga dari sedikit kesadaran yang hadir dari kader-kader himpunan mampu memberi spirit dan nilai positif untuk menopang himpunan, yang selalu mengedepankan kreatifitas dan tetap. Sudah saatnya generasi baru yang dinanti harus muncul dan tampil sebagai generasi pemimpin. Karakteristik kader HMI yang disebutkan diatas harus mengakar dalam sanubari mahasiswa islam saat ini dan kedepan. Transmisi nilai-nilai ruh Illahiyah dalam kehidupan pergerakan kemahasiswaan harus terus terwarnai dengan tujuan mencapai proses perkaderan yang diharapkan dimasa depan.

Tidak ada komentar: