SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Sabtu, 25 Mei 2013

Pendidikan Politik, Partisipasi Golput Dan Dilema Demokrasi


Proses demokrasi dalam klimaksnya dirayakan dengan pemilihan melalui pemungutan suara yang juga sering disebut PEMILU. Hari ini kita dihadapkan pada realitas fakta persoalan subtansial dari demokrasi sendiri, yaitu berupa pendidikan politik dan kemauan untuk meng-engaged dalam arena publik. Pemilu sendiri tampak menyisakan berjuta harapan bagi kontruksi demokrasi sendiri dimasa yang akan datang.
Apakah kita akan mengikuti bisikan hati atau bisikan lain (transaksi politik) yang menjadikan banyak warga bersikap apatis terhadap prosesnya, karena demokrasi sendiri terlihat cenderung kuantutatif procedural. Bisa dikatakan persoalan kebangsaan, seperti kemiskinan, kemelaratan, keterbelakangan, kebodohan dan kepandiran kita sebagai bangsa bisa diselesaikan dengan angka-angka.

Demokrasi dan Sikap Golput
Demokrasi dalam praktiknya memunculkan spekulasi, banyak faktor yang mempengaruhi sikap dalam menentukan pilihan, bahkan realitas hari ini masih banyak yang belum mengerti diakibatkan minimnya pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat awam. Masyarakat awam memahami politik cenderung “perdebatan yang tiada berujung” seperti yang disajikan dalam arena media, jelas ini menjadi  tantangan bagi lembaga politik untuk menyusuri dan melakukan pendidikan politik sampai akar rumput.

Yang menarik untuk diketengahkan bahwa, tingkat  angka golongan putih (golput) dalam 10 tahun terakhir semakin naik. Jelas menjadi kekhawatiran tersendiri bagi penyelenggara Negara dan lembaga politik itu sendiri. Jelas ini mengindikasikan partisipasi public dalam pemilu kurang bisa mempercayai pesta demokrasi diakibatkan belum mengakarnya calon pemimpin yang ada.
Golput sendiri diakibatkan dalam kategori motif internal dan ekseternal (Lingkaran Survei Indonesia, 2007). Motif internal terjelaskan oleh pengertian-pengertian mengenai perilaku memilih (voter behaviour). Besar-kecilnya partisipasi pemilih (voting turnout) dilacak pada sebab-sebab dari individu pemilih. Dari sudut pandang ini, keputusan seseorang untuk golput dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Pertama, faktor sosiologis yang mengidentifikasi pada variabel seperti agama, pendidikan, pekerjaan dan ras.
Kedua, faktor psikologis yang menginisiasi seseorang dengan partai atau kandidat tertentu. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat, makin besar kemungkinan untuk tidak golput. Ketiga, faktor ekonomi-politik yang melandaskan pilihan seseorang pada pertimbangan rasional (rational choice) untung-rugi. Selama dianggap dapat memberikan keuntungan bagi pemilih, peluang untuk tidak golput lebih besar.
Adapun motif eksternal pemilih menjadikan struktur penyelenggaraaan pemilu sebagai fokus perhatian utama. Pertama sistem pendaftaran (registrasi) pemilih. Kacaunya pendaftaran pemilih tentu berefek negatif pada minat seseorang untuk memilih. Kedua, sistem kepartaian dan pemilihan umum suatu negara. Data penelitian menunjukkan sistem dua partai relatif bisa mengurangi tingkat partisipasi pemilih. Sebaliknya, sistem Pemilu proporsional membuat partisipasi pemilih lebih tinggi (Russel J. Dalton dan Martin P. Watternberg, 1993). Ketiga, sifat pemilihan. Negara yang menganut asaz wajib pilih (compulsary election) memiliki potensi golput yang lebih rendah dibandingkan negara yang berasaz hak pilih (voluntary election).

Peran Parpol dan Lembaga Penyelenggara
Berkurangnya jumlah partai yang berkompetisi dalam pemilu mendatang diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan publik pada partai politik. Disisi lain, tidak ada yang mampu menjamin itu bisa terjadi, dikarenakan selera masyarakat kepada partai dan calonnya semakin tinggi dari waktu ke waktu.  Untuk itu diperlukan antisipasi aktif supaya angka golput bisa ditekan, termasuk dalam hal ini adalah tanggung jawab partai sebgai lembaga politik, KPU Komisi Pemilihan Umum), Caleg dan masyarakat yang peduli dengan demokrasi.
Sebenarnya realitas pilihan untuk golput sudah ada sejak pemilu diselenggarakan di republic ini pada tahun 1955. Dalam diskursus golput ini menarik untuk dikaji bahkan menjadi fenomena yang sangat seksi. Boleh dikatakan dari pesta demokrasi sekaliber PILPRES hingga PILKADA  (PILBUB) Golput tidak pernah absen. Mungkin kita akan bertanya, kenapa bisa terjadi?. Bahkan bisa dikatakan dalam sistem pemilihan langsung diakui atau tidak, dalam prakteknya belum bisa menghasilkan outcome pemimpin yang terbaik.
Tapi perlu disambut positif karena sudah ada partisipasi warga walaupun masih banyak yang tidak peduli terhadap “pesta demokrasi” hari ini. Sehingga kita yang mengerti proses pelaksanaan demokrasi bisa berperan aktif untuk terlibata dalam pendidikan politik. Mungkin bisa melakukan pendidikan politik secara kultural dari kelompok lingkup kecil yaitu keluarga atau dalam konteks luas dengan pendidikan politik melalui lembaga formal yang bisa dilakukan oleh banyak lembaga-lembaga yang lebih professional.

Partisipasi Publik
Golput atau tidak memilih merupakan sebuah pilihan, kita tidak bisa menghakimi benar apa salah pilahan tersebut, yang pasti hari ini golput menjadi kekuatan yang perlu diperhitungkan dalam sejarah demokrasi dari sejak berlangsungnya pemilu tahun 1955. Turunnya tingkat partisipasi publik dalam pemilihan umum adalah ujian bagi partai-partai politik dan calon-calon yang diusungnya. Padahal, dalam sistem demokrasi, tingkat partisipasi publik sangat penting untuk melegitimasi peran pemerintah.
Silahkan bagaimana baiknya anda sebagai warga Negara yang memahami proses demokrasi, untuk bisa berperan aktif dan turut berpartisipasi mensukseskannya. Relevansi golput hari ini adalah untuk dikonversi menjadi kekuatan suara sah penguat demokrasi, bagaimana mengawal pesta demokrasi agar bisa menghasilkan pemimpin yang mendedikasikan kepemimpinannya untuk melayani rakyat. Bukan sekedar menyalahkan dan menghakimi “GOLPUT” yang endingnya malah menimpulkan perpecahan. Mari bersama kita mengawal  demokrasi untuk menjadikan rakyat mengerti bagaimana pilihan atas pilahan sikap politiknya. Your life is your choice.

Tidak ada komentar: