SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Rabu, 12 September 2007

Kemiskinan, Indonesia dan Islam

Secara fisik Indonesia banyak mengalami kemajauan dan kelebihan termasuk jumlah manusianya tapi secara immaterial kualitas SDM (human reseourcess) mengalami ketertinggalan dengan yang lain. Ini menjadi kelebihan sekaligus kekerdilan bangsa yang mayoritas masyarakatnya kulitas hidupnya rendah.
Dibalik semua yang dibangun saat ini berbanding lurus dengan apa yang telah dicitrakan dipublik, kadang mengelabuhi masyarakat sendiri. Setiap hari kita disuguhi bermacam-macam film sinetron yang kontras dengan realitas kehidupan inipun semakin hari semakin menjamur. Padahal disisi lain realitas kehidupan di negeri yang konon melimpah sumber daya alamnya tidak dibarengi dengan human reseourcess yang memadai.
Jerit tangis, busung lapar, dan banyak lagi gelontoran masalah yang setiap saat melanda mulai dari masyarakat kota, desa bahkan kolong jembatan. Problem bangsa yang semakin parah ini tidak segera di tangani, ini PR besar buat bangsa yang menjelang besar.
Instansi pemerintah yang berebut sendiri menangani yaa inilah, itulah sok sibuk apalagi paradigma kebijakan dan politik machiavelispun mendominasi keseluruhan orang-orangnya dan memperebutkan masalah kekuasaan, maka yang timbul adalah permasalahan dan hanya menjadi ajang perebutan wilayah untuk kepentingan sesaat, pribadi bahkan kelompok. Dengan berlomba-lomba mengiming-ngimingi banyak janji yang tak pasti sehingga membuat kejenuhan.
Ini memberi jarak antara Das Sein dan Das Sollen sehingga menjadi sebuah pertanyaan lalu apa kaitannya dengan mayoritas masyarakat kita yang Islam?. Ini menjadi auto kritik bagi kita, dan kalau di telisik maka ada beberapa permasalahan yang menyebabkan bangsa ini seharusnya isin. Hal mendasar pertama yaitu terjadi perduksian Islam di bangsa ini. Islam disini hanya dimaknai bahkan dipahami oleh mayoritas sebatas hubungan vertikal saja. Islampun hanya dibicarakan diberbagai forum, tapi tidak direalisasikan dalam kehidupan.
Sikap dan behavior keberagaamaan model seperti ini lambat laun akan menjadikan suram. Seperti ditayangkan ditelevisi kita setiap saat disuguhi film yang notabenenya religi dengan wujud pesan yang menakutkan kesanya sehingga itu menjadikan momok bagi masyarakat, seolah agama khususnya Islam menjadi tidak membebaskan malah menjadi instrument/alat untuk menindas. Ini pun sesuai dengan prediksi Marx bahwa agama itu candu bagi masyarakat.
Kedua, maraknya ideology kapitalisme yang mengakar dan merebak dibangsa ini sehingga pola pikir pragmatis dan hedonis menjalar kesemua lini tidak mengenal tua muda kaya atau miskin. Khusunya kaum muda banyak yang terserang virus ini, waktu seakan dapat dihambur-hamburkan. Realitas publik menjadi kemenangan opini sehingga banyak hal bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seolah mereka bangga mengikuti tren yang sedang marak dan digandrungi. Sehingga waktu yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk beribadah malah digunakan untuk seenaknya, asal saya senang. Ruh Bangsa semakin lama terkikis oleh penetrasi kebudayaan barat dan adat, tata karma, sopan-santun layaknya hampir kurang berlaku dibangsa ini.
Ketiga, kemiskinan, kenapa? Karena umat islam yang menjadi komunitas terbesar makin miskin baik membaca, berfikir apalagi sukarela bekerja untuk kepentingan bersama. Padahal banyak hal yang mestinya dibaca baik keadaan, lingkungan baik teks maupun alam, sehingga apa yang ditanam laiknya akan di panen oleh bangsa ini yaitu kejumudan yang merebak dengan maraknya stagnasi pemikiran yang semakin akut.
Akibat dari dominasi paradigma berfikir sempit yang mengakibatkan minimya proses yang terjadi adalah ketumpulan. Dengan membaca menjadi alat yang pertama untuk mencetak analisis tapi kadang kita malas, sungkan sehingga tak terbiasa dengan semua. Terbiasa pragmatis itu akan menjadikan kita terbelenggu dengan minimnya landasan teori yang kita punya kitapun asal debat ngomong asal nyeplos.
Kondisi seperti ini akan menjadikan kita buta segalanya, bahkan kita menjadi permainan yang tanpa disadari seperti boneka dan penonton yang asal mau/maut wae.
Seharusnya kita sadar saatnya kita bangun dan bersatu untuk melawan berbagai penindasan baik di masyarakat terlebih penindasan wacana. Baik yang itu berasal dari Islam sendiri, Timur maupun dari Barat.
Saatnya bangkit bersatu padu dan idealnya kita menguatkan pondasi keislaman kita dan menjadikannya menjadi pedoman. Mengembalikan Islam sebagai spirit dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan”Islam is Progress”. Siapkah kita kita dianggap sebagai bangsa yang miskin?

Tidak ada komentar: