SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Kamis, 01 Januari 2009

UU BHP Melanggengkan Komersialisasi dan Kapitalisme Pendidikan

Disahkannya RUU BHP menjadi UU BHP disikapi oleh mahasiswa dengan melakukan aksi. Penolakan dari berbagai kalangan melihat UUBHP menjadi alat justifikasi lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi melegalkan untuk meraup dana dari para peserta didik (mahasiswa) setinggi-tingginya.
Meski dari DPR memberikan garansi bahwa UU BHP tidak akan menyebabkan biaya studi di perguruan tinggi semakin mahal, inipun tampaknya belum bisa diterima bahkan dirasionalkan.
Menuai protes itulah keterwakilan dari banyak kalangan karena melihat dari sisi pembiayaan mencerminkan bahwa otonomi kampus semakin terbuka lebar. Arah kedepan bisa menjadikan legalnya bentuk dari komersialisasi kelembagaan pendidikan.
Dengan ini pemerintah secara tidak langsung angkat tangan dari tanggungjawabnya di bidang pendidikan. Bisa dilihat bagaimana tidak perguruan tinggi dengan berbagai persolan akademik membuat jurus strategis dengan dalih biaya operasional mereka bisa menggunakan legal kebijakan untuk menarik biaya studi.
Jauh dari semua itu baik berawal dari kesadaran bersama kita bisa melihat bahwa pendidikan mulai mengarah pada bentuk komoditas bisnis. Walaupun bisa dikatakan biaya khusus dan ” reguler” lebih mahal. Inilah realitas pendidikan kita yang semakin lama dijadikan ajang untuk meraup keuntungan oleh pihak-pihak tertentu.
Anak kalangan orang miskin pun kian semakin tersisihkan dan sulit melanjutkan jenjang pendidikan. Legitimasi percepatan pembiayaan semakin tak terbendung. Kampus bisa jadi menjadi ajang bisnis, dengan membangun sarana dan prasarana dengan menaikkan biaya dengan dalih ”untuk memperbaiki fasilitas guna mendukung proses pembelajaran”.
Uang adalah segalanya. Orang miskin dilarang sekolah itu menjadi kenyataan. Anak orang kurang mampu / miskin kian terpuruk dan tersisihkan akibat finansial, karena pendidikan bermutu menjadi saingan dan menyisihkan orang-orang yang tak mampu membayar biaya tinggi.
Pemerintah membuka lebar investor (pengusaha) memiliki BHP di dalam negeri dengan bekerjasama denganlembaga pendidikan. Kalangan mahasiswa dari rakyat kecil tidak terakomodasi dalam ruang lingkup pendidikan elite. Banyak yang tidak mendapat fasilitas dikarenakan tidak mampu membayar biaya.
Inilah salah satu kekejaman berdasar dari pendidikan kita. Pendidikan bukankan menjadikan manusia lebih manusiawi? Tapi disini lain, bukannya menjadikan pendidikan sebagai produksi manusia mengubah realitas sosial menjadi lebih berkeadilan, tapi menjadi alat reproduksi untuk menghasilkan budak-budak yang endingnya melanggengkan struktur ketimpangan sosial.
Kapitalisme tetaplah kapitalisme yang mengeruk keuntungan untuk kelompok tertentu. Hasil pendidikan menjadi ajang perdagangan layaknya budak kapitalisme sebagai idologinya yang bermain mengelola pendidikan dan lembaganya sebagai ajang bisnis oriented.
Kita tahu pendidikan adalah untuk menjadikan manusia menjadi bebas dan merdeka tidak terintervensi kepentingan tertentu. Dimana kecerdasan bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal sekat. Harusnya pemerintah bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa harus mengeluarkan UU BHP. Privatisasi akan mmenjadi hal yang mungkin dan komsersialisasi adalah efeknya pendidikan pun jadi korbannya.
Alasan apapun dari pemerintah, BHP tetap menjadi permasalahan baru yang krusial bagi masa depan bangsa khususnya lembaga pendidikan. Virus kapitalis tanpa difilter akan terus menggerogoti dan merasuk dalam fikir calon pemimpin dan kader bangsa. Nalar kapitalis itulah yang menang, pendidikan layaknya perusahaan dan bisa seenaknya dan tanpa batas meraup keuntungan.
Jangan sampai ini menjadi tambahan masalah baru yang menjadikan berjibun masalah tanpa solusi, sarjana-sarjana menganggur semakin banyak, karena harus bertarung dengan biaya dan modal. Layakkah ini menjadi tradisi buruk yang terulang tanpa memikirkan perubahan menuju keadilan.sadarkah kita untuk berfikir.

Tidak ada komentar: