SELAMAT DATANG DI WEBLOG NEGERI PERADABAN AGUS THOHIR

Jumat, 25 April 2008

Khittah HMI : Intepretasi Makna Sebagai Landasan Visi

Berorganisaisi adalah kodrat alamiah manusia yang pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, ia tidak akan mampu hidup tanpa manusia lainnya yang ada disekitarnya. Manusia sendiri memerlukan komunitas untuk berinteraksi guna memenuhi hidupnya. Serta manusia sebagai mahluk individual yang memiliki dua misi di dunia yaitu misi dimensi vertikal berupa ketundukan kepada sang khalik dan misi dimensi horisontal berupa hubungan antara manusia dan alam lingkungan. Dimensi horisontAllah yang mencerminkan di mana manusia menjadi kontrol sosial bagi dirinya dengan lingkungan masyarakatnya. Maka manusia berperan dalam sebuah gerakan yang di sebut organisasi, karena merupakan wadah untuk menyelaraskan dan mengseimbangankan (equilibrium) misi berjuang atau jihad untuk memakmurkan dunia.
Dari misi dimensi horisontal itulah, organisasi di perlukan sebagai perwujudan kebersamaan untuk melakukan perubahan sosial (social of change). Tidak heran jika terbentuk berbagai macam-macam komunitas ataupun organisasi. Akan tetapi yang di perlukan bukanlah perbedaan itu, namun bagaimana organisasi itu berperan sesuai visi yang berlaku. Dalam berorganisasi kita di temui berbagai macam karakter elemen gerakan dan karakter individual manusia. Kekuatan suatu organisasi terletak pada kerjasama, bukan perbedaan untuk satu kepentingan atau kepuasan individual, tetapi kerjasama itulah wujud keberadaan dari organisasi yang didalamnya terdapat bermacam manusia (multicultural) dimana mereka membutuhkan hidup berkelompok bermasyarakat bergotong royong sesuai dengan tingkat kebudayaan dan peradaban manusia itu sendiri. Dengan adanya kerjasama yang teratur maka tujuan akan mudah dicapai. kebutuhanpun akan terpenuhi sehingga dapat melaksanakan pekerjaan berdayaguna dan menghasil guna.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mempunyai tujuan untuk mencetak atau membina kader-kader organisasi sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam AD/ART serta pedoman-pedoman organisasi yang tercakup dalam konstitusi. Hal ini dirumuskan dan diaktualisasikan dalam aktifitasnya dan merupakan konskwensi logis dari perkaderan dan perjuangan yang bertumpu pada diri kader.
Kader merupakan elemen yang sadar dan aktif sehingga merupakan tonggak / tulang punggung organisasi yang kelak menjadi pioner perubahan dalam masyarakat dan ummat. Untuk mewujudkan semua itu diperlukan pembinaan kader/ anggota dengan harapan setiap anggota HMI mempunyai kesadaran berideoligi (sense of ideology) dan kesadaran berorganisasi (sense of organization). Kesadaran organisasi dapat tercapai apabila ditopang oleh tiga unsur yaitu
1. Kesadaran mencapai tujuan bersama (common purpose) dengan prinsip gotong-royong
2. Kesadaran akan adanya kesatuan visi kepemimpinan (unity of commond) yang berarti kepatuhan kepada pemimpin (diziplin organization)
3. Saling mempercayai. Percaya mempercayai dalam artian positif dan dinamis yakni saling mengontrol satu sama lain dan tidak bersifat acuh tak-acuh.
Dari keberlangsungan komunikasi kebersamaan dalam visi kepemimpinan maka dibutuhkan landasan pijakan (konsepsi aktifitas) berorganisasi dan tujuan organisasi. Dimana konsep tersebut memberi visualisasi semangat ideoligis pada diri kader sehingga dapat menjawab kebutuhan tentang pentingnya immunitas pada setiap kader dalam mencapai cita-cita perjuangannya. Ini merupakan konsepsi bangunan ideologi pada diri kader dalam memberi penjelasan tentang paradigma HMI mengenai kesemestaan dan keesistensian yang wajib diakui. Dengan memperjuangkan kebenaran untuk mencapai jalan hidup yaitu cita-cita yang diejawantahkan dalam berorganisasi.
Khittah perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam merupakan sebagai dokumen dan landasan gerak organisasi yang secara integral mencakup penjelasan utuh tentang pilihan ideologis yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI sebagai tafsir asas, tujuan, usaha dan independensi HMI.
Sebagai paradigma gerakan khittah sendiri merupakan intepretasi yang menjelaskan muatan kesatuan antara landasan, tujuan dan metodologi dalam pencapaian tujuan organisasi. Didalamnya juga menjabarkan konsepsi filosofis azaz yang menjelaskan keyakinan HMI tentang Ketuhanan, Kesemestaan, Kemanusiaan dan Kemasyarakatan. Keyakinan tersebut merupakan akar dari segenap perbuatan manusia sebagai insan kamil yang mana tertuang dalam prinsip tauhid dan dipahami secara holistik bukan sekedar dogmatis melainkan kesadaran yang murni yang transenden.
Khittah merupakan tafsir tujuan HMI dan dijabarkan dalam konsep dan hakekat perkaderan sebagai upaya sistematisasi nilai cita yaitu menuju individu ulil albab dan masyarakat Islam yang dicita-citakan akan melahirkan interaksi dan hubungan sosial yang adil.
Dalam kerangka konseptual khittah khususnya di tujuan memberikan gambaran atas pijakan bahwa dalam bangunan epistemologi keilmuan sudah menjadi sandaran dalam mengetahui tentang realitas kebenaran. Pada tujuan jamaah HMI yang tertulis dan berbunyi “Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi ole Allah subhanahu wata’ala”
Dari sisi ini ada beberapa karakteristik diantaranya yaitu :
1. Hanya takut kepada Allah
2. Tekun beribadah tiap waktu
3. Bersungguh-sungguh mencari ilmu
4. Mampu mengambil hikmah atas anugrah Allah
5. Selalu bertafakur atas ciptaan Allah yang ada dilangit dan di bumi
6. Mengambil pelajaran dari sejarah dan kitab-kitab yang diwahyukan oleh Allah
7. Kritis mencermati berbagai pendapat, mampu memilih yang benar dan terbaik
8. Tegas dalam mengambil sikap dan pemihakan atas pilihannya
9. Tidak terpesona atas pandangan mayoritas yang menyesatkan
10. Dakwah dengan sungguh-sungguh ke masyarakat dan bersedia menanggung segala resikonya

Dari beberapa yang termaktub dalam khittah bukan sekedar dipahami sebagai referensi tapi bagaimana esensi dan subtansi atas kesemestaan, manusia sendiri sebagai khalifah dengan kemampuannya maka seharusnyalah ia mampu memahami semesta dan mengerti atas penciptaan. Inilah yang coba dibangun dalam konsep keberadaan rumusan ke-jamaah-an, yang tidak menafikkan kreatifitas individu.
Dengan semangat juang tinggi yang timbul dari individu-individu (kader) dan dukungan dari lingkungan (Jamaah) maka konskwensi terciptanya kondusifitas lingkungan atas perubahan dapat terjadi bahkan tercapai. Kemampuan akan perubahan tersebut harus dijadikan arah gerakan jamaah menuju terciptanya masyarakat yang telah dicita-citakan yaitu masyarakat “baldatun thayibatun warabbun ghafur”.
Untuk mencapai masyarakat cita diperlukan penopang yang kokoh diantaranya internalisasi nilai-nilai perjuangan dan proses perkaderan. Yaitu usaha dari kedirian entitas atas usaha dalam bentuk ikhtiar baik individu ataupun jamai dalam memperjuangkan perubahan kearah perbaikan. Inilah pijakan dasar yang harus dipahami bersama dalam menentukan hasil dari proses perkaderan dan perjuangan di HMI.
Peran ini dikembalikan pada masing-masing kader “seberapa besar apa yang dicurahkan maka sebesar itulah yang akan anda dapatkan” dengan benturan diri dengan masyarakat akan membentuk karakter ribadi kita. Posisi ini juga menentukan kualitas kekhalifahan manusia dalam kehidupan didunia dalam memaknai usaha berjihad. Karena berjihad bukan saja dimaknai perlawanan terhadap yang bathil tetapi lebih yaitu kita sebagai diri manusia harusnya melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu yang membelenggu kita pada arah kenistaan.
Keyakinan atas bangunan mindset (niat tujuan) untuk beramar ma’ruf bukan sekedar simbolisasi ketundukan atau kepatuhan namun pemahaman yang kita miliki atas rasa syukur dan kecukupan dengan dibarengi usaha yang riil atas usaha memanifestasikan nilai-nilai Islam keranah publik dalam bentuk kesalihan pribadi dan kesalihan sosial itu yang menjadi penentu sikap. Sikap ini dengan sendirinya mampu menjadi maksimalisasi perjuangan yang dibarengi manajerial ikhtiar yang kontinue.
Semua itu adalah keniscayaan ikhtiar dalam membentuk pribadi kaum mu’min diantaranya misi diri yang kuat dan siap tempur, diantaranya dengan standar peran yang dimiliki diantaranya yaitu :
Ø Muabbid menjadi insan yang tekun beribadah mulai dari ibadah yang terkait pada dirinya maupun terkait dngan lingkungannya. (terbentuk karena visi)
Ø Mujahid memiliki semangat juang yang tinggi sehingga ia memiliki pemahaman dan kemampuan berjihad dalam garis agama (kualitas spiritual dalam perjuangan)
Ø Mujtahid memiliki kemampuan berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan pada pilihan sadar dari dalam dirinya.( internalisasi nilai perjuangan)
Ø Mujadid memiliki kemampuan dalam melakukan pembaharuan di lingkungan sekitarnya. (untuk mewujudkan nilai tauhid dan keadilan sosial dengan menjadi agen social of change)

Pencapaian dari tahapan peran ini bukanlah mustahil untuk dibentuk dan diwujudkan apalagi menjadi pribadi yang siap tempur dan tidak tergoyahkan dalam menjalani hidup. Tidak ada satupun insan yang berani menjamin bagaimana mencapai kualiatas diri kecuali dimulai dari “change your thinking” dengan proses pembentukan kualitas diri menghadapi masalah-masalah yang melingkupi kita. Mulailah dari hal-hal kecil dan pembiasaan inilah nantinya akan menjadikan kita lebih, karena bila kita mau menjadi besar haruslah menyelesaikan hal-hal yang kecil dan jangan pernah membuat kecil masalah.
Dari kebiasaan yang kita jalani dan berpegang pada ikhtiar yang kita lakukan kita sebagai manusia “ khalifah” diciptakan dalam keadaan suci sesuai dengan fitrahnya maka kita harus memperjuangkan kemerdekaan diri dengan berproses pada optimalisasi diri baik dari fungsi dan peran kita sebagai khalifah dan Abduh. Kelak kita akan dimintai peranggungjawaban atas segala yang kita lakukan dan itu menjadi konskwensi logis atas pilihan yang kita lakukan. Hidup adalah pilihan dan dunia dalah sesaat, dengan dibekali indra, akal dan hati manusia berhak menentukan pilihannya. Dengan usaha mencari dan memperoleh pengetahuan dan petunjuk keselamatan yang ada kita dapat memilah dan memilih dan semua adalah resiko yang kita hadapi baik itu resiko pengorbanan dan penderiataan, tapi itulah isyarat kesemestaan yang ditawarkan kepada kita semua sebagai manusia. Allah tidak akan menguji atau memberi cobaan yang melebihi kapasitas yang dimiliki hambanya sehingga segala resiko dapat di ambil hikmahnya selama kita berproses menuju kesempurnaan abduh.
Konsistensi dan keistiqomahan atas perjuangan kita didunia dalam melawan ketidak adilan adalah realitas yang harus dihadapi, dengan berpegang teguh pada independensi terhadap semua kebenaran dari Allah. Dengan kritis obyektif dam progresif semata-mata memperjuangkan tanpa mengenal lelah dan melawan semua bentuk penindasan atas ketidak adilan di muka bumi adalah manifestasi kita untuk mencapai dan mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
makalah ini disampaikan pada acara Up Grading HMI Komisariat FPBS IKIP PGRI Semarang
pada hari kamis, 13 maret 2008

Semulia-mulianya manusia adalah siapa yang mempunyai adab, merendahkan diri ketika berkedudukan tinggi, memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap adil ketika kuat

Genggamlah masa lalu sebagai saksi yang adil. Keberadaanmu hari ini kan menjadi bukti, kalau kemarin kau telah berbuat kejelekan. Gandakan kebaikan hari ini maka kau kan terpuji. Jangan menunda kebaikan hari ini hingga esok. Boleh jadi hari esok datang kau telah pergi. Hari-harimu bila kau pergunakan kan mendatangkan kebaikan. Hari yang berlalu tak tak kan pernah kembali lagi

Waktu adalah momentum masa. Waktu adalah pintu menuju kesuksesan. Siapa saja yang yang mampu mengisi dan mengambil momentum yang tepat diantara penggalan masa maka ia telah meraih kunci kesuksesan
Hal yang paling penting untuk mencapai suatu kesuksesan adalah memulai pada saat itu juga dimanapun Anda berada
Kerjakan apa yang dapat Anda kerjakan dengan kemampuan yang Anda miliki dimanapun Anda berada

Tidak ada komentar: